PKS Cium Ada Pihak Sengaja Membuat Gaduh Bansos Covid-19 di Jabar

Rabu, 29 April 2020 – 20:00 WIB
Sekretaris sekaligus Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Jabar Daud Achmad dalam jumpa pers soal perkembangan penanganan COVID-19 di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (8/4/20). (Foto: Dudi/Humas Jabar)

jpnn.com, BANDUNG - Anggota DPRD Jawa Barat dari Fraksi Partai Keadilan Sosial (PKS), Abdul Hadi Wijaya menilai, ada pihak yang memanfaatkan kegaduhan Bantuan Sosial (Bansos) bagi warga terdampak Covid-19 dari Pemerintah Provinsi.

Abdul Hadi mengatakan pihaknya meminta seluruh pihak segera meredam kegaduhan menyusul pembagian bansos oleh Pemprov Jabar.

BACA JUGA: Ridwan Kamil Tinjau Pelaksanaan PSBB Hari Pertama Kota Bogor

Menurut Hadi, kegaduhan yang terjadi justru mengakibatkan fokus penanganan masyarakat terdampak pandemi Covid-19 menjadi terganggu. Pihaknya menginginkan, penyelesaian dampak ekonomi akibat Covid-19 ini dapat diatasi dalam suasana yang kondusif.

”Permasalahan ini (Covid-19) adalah permasalahan kesehatan, lalu meluas menjadi persoalan ekonomi menyusul adanya pembatasan sosial dan lain-lain. Jangan sampai meluas lagi ke permasalahan konflik sosial politik,” tegas Abdul Hadi, Rabu (29/4/2020).

Abdul Hadi pun meminta aparat berwenang ikut turun tangan meredam kegaduhan tersebut. Terlebih, dirinya mencium adanya gelagat pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan situasi gaduh ini.

”Gugus tugas ada yang perlu menangani (kegaduhan) ini. Dari kepolisian, intel, ini harus dideteksi, siapa yang bermain ini? Silakan dengan tupoksinya aparat berwenang meredam masalah ini,” pintanya.

Lebih lanjut Abdul Hadi menilai bahwa persoalan data pemicu kegaduhan yang terjadi dalam pembagian bansos berupa sembako dan uang tunai senilai total Rp 500.000 tersebut.

Di lain sisi, Pemprov Jabar dalam hal ini Gubernur Jabar, Ridwan Kamil melangkah cepat untuk menyalurkan bansos kepada masyarakat terdampak. Sementara ada sejumlah pintu bantuan terutama dari Pusat yang belum turun.

”Data yang sepotong-sepotong itu mengakibatkan tidak nyambungnya kondisi di lapangan dengan (masyarakat) yang diberi harapan. Jadi, Pak Gubernur kecepetan (menyalurkan bansos), akhirnya jadi ramai, viral,” katanya.

Abdul Hadi mengaku, dalam rapat koordinasi terakhir bersama Pemprov Jabar, pihaknya memberikan solusi agar persoalan ini dapat segera teratasi. Menurutnya, solusi terbaik adalah membuka data penerima bansos, baik itu bansos dari pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.

Menurutnya data penerima bansos by name by adress tersebut nantinya dapat dilihat langsung oleh masyarakat. Pembukaan data penerima bansos juga harus disertai kesempatan untuk revisi jika ada masyarakat terdampak yang belum menerima bansos.

”Kalau data penerima bansos itu sudah ada, solusinya adalah di breakdown. Kalau bisa sampai level RW. Misalnya setiap RW ada 200 KK, nanti dipaparkan si A penerima bansos Presiden, si B penerima bansos provinsi, di C penerima bansos kabupaten/kota dan lainnya,” papar Abdul Hadi.

”Jadi bukan dikunci (data penerima bansos). Lalu yang gak dapat (bansos) jangan ditutup, tapi dibuka lalu diberikan kesempatan untuk merevisi,” tandasnya.

Pemprov Jabar Siap Buka Data Penerima Bansos

Terpisah, Juri bicara sekaligus Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Jabar, Daud Achmad menyatakan, pihaknya siap membuka data penerima bansos sebagai wujud transparansi. Bahkan, kata Daud, pihaknya juga menginginkan data penerima bansos dibuka.

”Tapi apakah penerima mau menerima? Ini bukan data, mohon maaf daftar orang terkaya. Ini daftar penerima bantuan. Mereka yang miskin dan data miskin baru sama dengan data (penerima bansos) Covid-19. Menurut undang-undang itu tidak boleh," ujarnya.

Daud menjelaskan, berdasarkan peraturan gubernur, pendataan dimulai dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang sama sekali belum tersentuh bantuan pusat berupa Program Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

”Setelah disisir, yang sudah di-SK-kan 445.000 KRTS (keluarga rumah tangga sasaran),” sebut Daud.

Diakui Daud, persoalan data penerima bansos memang dinamis. Pihaknya berharap, data penerima bansos dimulai dari tingkat RW secara berjenjang. Kemudian data tersebut diajukan pemerintah kabupaten/kota kepada provinsi.

”Data by name by address itu diiringi surat tanggung jawab mutlak. Nanti, Pak Gubernur mengeluarkan SK tanggung jawab bupati/wali kota. Itu cara pendataannya,” katanya.

”Dari 27 kabupaten/kota, (pendataan penerima bansos) baru 13 kabupaten/kota yang sudah beres. Kita berharap, hari ini bisa masuk semua,” tandas Daud. (ikl/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler