JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Indra menyatakan, vonis Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk terdakwa korupsi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Angelina Sondakh janggal.
Vonis hakim 4,5 tahun atas Angie itu terasa teramat jauh dari tuntutan jaksa yang 12 tahun. Apalagi dari sangkaan menerima uang miliaran rupiah, Angie hanya harus memberi ganti rugi Rp250 juta.
"Padahal AS dinyatakan terbukti melaukan korupsi dengan menerima uang dari Group Permai sebanyak Rp2,5 miliar dan 1,2 juta dollar Amerika. Jadi rasanya janggal apabila, dinyatakan terbukti menerima uang, tapi tidak ada perintah pengembalian ke negara," kata Indra, Jumat (11/1).
Namun, kata Indra, harus dipahami dan dihormati bahwa hakim punya kewenangan untuk memutuskan seseorang bersalah atau tidak, asetnya atau hasil korupsinya disita atau tidak. Menurut Indra dengan putusan ringan dan tidak disitanya uang hasil korupsi itu, maka Jaksa Penuntut Umum KPK sebaiknya mengajukan banding.
"Selain itu, vonis AS ini harus jadi bahan evaluasi dan pembelajaran buat KPK," katanya. Ia menyesalkan, kenapa KPK dalam menangani kasus Anggie tidak menggunakan Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TTPU). Padahal, kata dia, semua tahu UU tindak pidana korupsi tidak cukup optimal dalam perampasan aset koruptor. "Hal ini menyebabkan perampasan aset dan pengembalian ke negara tidak maksimal dan tentunya juga optimalisasi efek jera juga tidak tercapai," pungkasnya.
Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta hanya menghukum Angelina Sondakh dengan penjara selama 4,5 tahun dan denda Rp 250 juta subsidair enam bulan kurungan. Putusan itu jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta agar majelis menghukum Angie -sapaan Angelina- dengan penjara selama 12 tahun plus denda Rp 500 juta. Bahkan sebelumnya JPU juga meminta majelis memerintahkan perampasan harta Angie yang berasal dari hasil suap.
Lantas mengapa Majelis hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Sudjatmiko tidak memerintahkan perampasan harta Angie? Sebelum putusan dibacakan, majelis dalam pertimbangannya tidak sepakat dengan JPU KPK tentang kerugian negara.
Majelis menyatakan Angie tidak menerima uang dari proyek Wisma Atlet, sebagaimana dakwaan pertama yakni melanggar pasal 12 huruf a juncto pasal 18 UU Tipikor. Majelis pun tak menganggap ada kerugian negara. Karenanya majelis tak hanya membebaskan Angie dari dakwaan pertama, tetapi juga tidak memerintahkan perampasan harta. "Uang yang diterima terdakwa yang berasal dari Permai Grup bukan uang negara," beber majelis. (boy/jpnn)
Vonis hakim 4,5 tahun atas Angie itu terasa teramat jauh dari tuntutan jaksa yang 12 tahun. Apalagi dari sangkaan menerima uang miliaran rupiah, Angie hanya harus memberi ganti rugi Rp250 juta.
"Padahal AS dinyatakan terbukti melaukan korupsi dengan menerima uang dari Group Permai sebanyak Rp2,5 miliar dan 1,2 juta dollar Amerika. Jadi rasanya janggal apabila, dinyatakan terbukti menerima uang, tapi tidak ada perintah pengembalian ke negara," kata Indra, Jumat (11/1).
Namun, kata Indra, harus dipahami dan dihormati bahwa hakim punya kewenangan untuk memutuskan seseorang bersalah atau tidak, asetnya atau hasil korupsinya disita atau tidak. Menurut Indra dengan putusan ringan dan tidak disitanya uang hasil korupsi itu, maka Jaksa Penuntut Umum KPK sebaiknya mengajukan banding.
"Selain itu, vonis AS ini harus jadi bahan evaluasi dan pembelajaran buat KPK," katanya. Ia menyesalkan, kenapa KPK dalam menangani kasus Anggie tidak menggunakan Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TTPU). Padahal, kata dia, semua tahu UU tindak pidana korupsi tidak cukup optimal dalam perampasan aset koruptor. "Hal ini menyebabkan perampasan aset dan pengembalian ke negara tidak maksimal dan tentunya juga optimalisasi efek jera juga tidak tercapai," pungkasnya.
Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta hanya menghukum Angelina Sondakh dengan penjara selama 4,5 tahun dan denda Rp 250 juta subsidair enam bulan kurungan. Putusan itu jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta agar majelis menghukum Angie -sapaan Angelina- dengan penjara selama 12 tahun plus denda Rp 500 juta. Bahkan sebelumnya JPU juga meminta majelis memerintahkan perampasan harta Angie yang berasal dari hasil suap.
Lantas mengapa Majelis hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Sudjatmiko tidak memerintahkan perampasan harta Angie? Sebelum putusan dibacakan, majelis dalam pertimbangannya tidak sepakat dengan JPU KPK tentang kerugian negara.
Majelis menyatakan Angie tidak menerima uang dari proyek Wisma Atlet, sebagaimana dakwaan pertama yakni melanggar pasal 12 huruf a juncto pasal 18 UU Tipikor. Majelis pun tak menganggap ada kerugian negara. Karenanya majelis tak hanya membebaskan Angie dari dakwaan pertama, tetapi juga tidak memerintahkan perampasan harta. "Uang yang diterima terdakwa yang berasal dari Permai Grup bukan uang negara," beber majelis. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Roy Sadar Bukan Orang yang Kompeten
Redaktur : Tim Redaksi