JAKARTA - Desakan keluar dari koalisi oleh sejumlah politisi Partai Demokrat disikapi lebih "galak" oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai berlambang bulan sabit kembar ini justru balik menantang siap menjadi oposisi jika didepak dari koalisi. Bahkan PKS menantang balik dengan meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan apakah mereka masih dipertahankan di koalisi atau tidak.
Manuver politik PKS yang kerap menunjukan sikap berseberangan dengan partai kolisi pendukung pemerintah di Sekretariat gabungan (Setgab), makin menunjukan "kelamin" partai oposisi. Puncak benturan dengan parpol koalisipun meletus pada paripurna kemarin ketika bulan sabit kembar ini menolakan kenaikan harga BBM dalam Rapat Paripurna RUU APBN Perubahan 2012. Desakan sejumlah politisi dari partai Demokrat sebagai kordinator Setgab dan parpol lainnya, agar PKS berada di luar lingkaran kekuasaan, dengan menarik tiga menterinya di kabinet, makin menguat.
Menjawab serangan tersebut, Sekretaris Fraksi PKS DPR, Abdul Hakim, menyatakan partainya sebagai bagian koalisi siap menanggung risiko atau konsekuensi atas langkah penolakan kenaikan harga BBM dalam Rapat Paripurna RUU APBN Perubahan 2012. "Jika Presiden SBY selaku ketua Setgab parpol koalisi memutuskan mengeluarkan, maka PKS siap ambil bagian sebagai parpol oposisi. Kami sudah secara politis sudah siap. Kami siap menanggung rÍsiko dari sikap yang kami ambil. Dan siap menanggung risiko demi rakyat," kata Hakim di Gedung DPR, Senayan, Senin (02/04).
Menurut Hakim, yang pada saat paripurna duduk sebagai perwakilan yang membacakan sikap politik PKS terkait kenaikan BBM ini, menegaskan bahwa partainya tak mau ambil pusing jika SBY juga "mendepak" menteri-menteri yang berasal dari PKS. "Bagi kami itu hak preogratif presiden. Itu akan dibahas oleh Majelis Syuro, evaluasi terhadap mitra kami," ujarnya.
Sebelumnya, hal senada juga diungkapkan oleh Ketua DPP PKS Bidang Advokasi Hukum dan HAM, Aboebakar Alhabsy. Menurutnya, Dewan Pimpinan Pusat sudah siap dengan semua posisi, baik berada di dalam pemerintahan SBY, sebagai mitra koalisi. PKS, maupun jika harus menjadi oposisi, yang bisa jadi karena imbas dari sikap menolak rencana kenaikan BBM, harus menjadi oposisi.
"Saya rasa kita siap bekerja dalam kondisi apapun, baik dalam pemerintahan maupun di luar, ini adalah realitas politik yang harus dipilih oleh PKS. Melihat situasi nasional saat ini, tak ada pertimbangan lain bagi PKS selain bagaimana membawa keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat," ujar Ketua DPP PKS Bidang Advokasi Hukum dan HAM, Aboebakar Alhabsy kepada INDOPOS (JPNN Group).
Bila kebijakan pemerintah membuat rakyat berteriak, dia mengaku tidak ada pilihan lain, PKS harus berdiri dengan mereka. "Saya yakin seluruh kader PKS tak akan galau untuk meninggalkan posisi mereka saat ini bila nanti diperintahkan partai. Namun semua kader PKS pasti sadar bahwa kekuasaan sekadar alat mensejahterakan rakyat, bukanlah tujuan sesungguhnya," imbuhnya. Tidak hanya itu, Anggota Komisi III DPR ini, juga menegaskan, bahwa PKS tidak punya pretensi apapun dalam kebijakan anggaran berkait dengan subsidi BBM.
Sementara itu, tidak hanya oleh kalangan politisi Demokrat, desakan agar PKS bersikap tidak seperti oposisi disuarakan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Parpol dibawah Komando Cak Imin ini mengimbau, agar PKS segara mengambil keputusan apakah tetap berada di koalisi atau meninggalkan koalisi.
Diungkapkan oleh Politikus PKB Abdul Malik Haramain, koalisi tidak mengharuskan kesamaan pendapat dengan Partai Demokrat. "Prinsipnya kita harus konsisten, yang koalisi ayo koalisi. Bukan berarti koalisi itu menuruti kemauan Demokrat. Di koalisi juga berdebat. Tapi lepas dari perdebatan itu ya koalisi harus jadi satu. Kalau enggak siap berkoalisi ya siap mengambil keputusan," tuturnya kepada wartawan di DPR, Senayan, kemarin.
Lebih lanjut, Abdul mengatakan bahwa meskipun di DPR banyak terjadi dinamika, namun itu tidak berarti harus ada perpecahan di dalam koalisi. Tetapi, sikap partai koalisi jangan sampai seperti oposisi. "Pertimbangan kita bukan hanya koalisi, tapi juga rakyat. Banyak kebijakan yang sulit diambil. Dinamika tidak boleh merubah komitmen sebagai koalisi. Jangan sampai koalisi tapi kayak oposisi. Karena itu saya berharap agar setgab segera melakukan evaluasi secara menyeluruh, serta semakin meningkatkan intensitas dalam berkomunikasi," tegasnya. (dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Ada Lagi yang Kukuh Perjuangkan Pemekaran di Sultra
Redaktur : Tim Redaksi