jpnn.com, JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mengalami kerugian sebesar Rp 18,4 triliun pada kuartal ketiga 2018.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan, penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) menjadi salah satu penyebab kerugian PLN tahun ini.
BACA JUGA: Pegawai PLN Sengaja Ambil Cuti ke Bangka Bersama Istri
’’Kalau kita lihat, depresiasi rupiah sejak awal tahun hingga saat ini mencapai 12,5 persen,’’ ujar Abra, Selasa (30/10).
Awalnya nilai tukar rupiah diasumsikan Rp 13.800. Saat ini kurs rupiah terhadap USD sudah menjadi Rp 15.200.
BACA JUGA: PLN Berduka, Pegawainya Ikut jadi Korban Lion JT 610
’’Ada selisih Rp 1.400 yang menjadi beban bagi keuangan PLN,’’ tambah Abra.
Selain itu, kenaikan Indonesian crude price (ICP) atau harga minyak mentah menambah beban keuangan PLN.
BACA JUGA: PLN Kembali Terbitkan Global Bond senilai USD 1,5 Miliar
Sebab, masih ada porsi pembangkit PLN yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM).
Hingga triwulan ketiga 2018, porsi pembangkit yang masih memakai BBM mencapai 6,18 persen.
’’Pemerintah gencar alihkan penggunaan energi fosil ke EBT (energi baru terbarukan). Strategi jangka panjangnya, 1.800 mw pembangkit akan menggunakan CPO (crude price oil),’’ terang Abra.
Sementara itu, Direktur Keuangan PLN Sarwono optimistis, hingga akhir tahun, perseroan masih bisa membukukan laba.
’’Doakan saja (laba). Insyaallah,’’ tutur Sarwono.
Dia memastikan kondisi keuangan PLN masih cukup bagus dengan debt service coverage ratio (DSCR) lebih dari satu dan debt to equity ratio (DER) masih di angka 50 persen.
Angka itu masih jauh di bawah limit DER di angka 300 persen. (car/vir/c14/fal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ribuan Pelamar Serbu Pendaftaran Rekrutmen PLN
Redaktur : Tim Redaksi