jpnn.com, JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero mengungkap tiga alasan yang menyebabkan terjadinya pembengkakan tagihan listrik sebagian pelanggan di masa pandemi Covid-19.
Hal ini dibeberkan SEVP Bisnis dan Pelayanan Pelanggan PT PLN (Persero), Yuddy Setyo Wicaksono dalam program dialog BIsnis Indonesia bertajuk "PLN Menjawab Soal Kenaikan Tagihan Listrik" yang disiarkan live di kanal Youtube PLN pada Senin (8/6).
Yuddy menjelaskan bahwa selama 2 bulan masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB), PLN memberlakukan penghitungan meter dengan dua cara, yakni berdasarkan pemakaian rata-rata 3 bulan sebelumnya, dan catat mandiri di mana pelanggan mengirimkan foto meterannya melalui layanan WhatsApp PLN.
Penghitungan berdasarkan pemakaian rata-rata 3 bulan sebelumnya dilakukan sejak awal PSBB untuk pemakaian Maret, rekening pembayaran April dan pemakaian April rekening Mei.
Kemudian pemakaian April untuk rekening Mei juga dilakukan catat mandiri. Artinya, bila pelanggan tidak mengirim foto meter-nya, maka dilakukan pencatatan rata-rata. Sehingga total penghitungan rata-rata berlangsung 2 bulan.
"Total pelanggan yang dilakukan pencatatan rata-rata di bulan April, rekening Mei, ada sekitar 47 persen. Kemudian pemakaian Mei rekening Juni, serentak dilakukan dengan pembacaan meter langsung," ujar Yuddy.
Nah, kenapa tagihan naik? Menurut Yuddy ada tiga hal menarik terkait rekening bulan Juni atau pemakaian Mei. Pertama, karena berlangsung program work frome home (WFH).
"Kita tahu WFH mulai Maret, larinya ke rekening April dan Mei. WFH tadi menyebabkan rekening listrik bagi sebagian pelanggan rumah tangga, tidak semuanya rumah tangga mengalami kenaikan, sebagian mengalami kenaikan," sambungnya.
Dengan adanya WFH, kata Yuddy, seluruh anggota keluarga beraktivitas di rumah. Bila biasanya penggunaan listrik lebih banyak sore dan malam hari, selama WFH konsumsi energi rumah tangga berlangsung dari pagi sampai malam, sehingga pemakaian listrik yang biasanya cuma beberapa jam, menjadi seharian.
"Ini menyebabkan kita merasa tidak menggunakan konsumsi besar, tapi waktu penggunaannya panjang," tukas Yuddy.
Kedua, di bulan Mei ini ada Ramadan. PLN punya data saat Ramadan, dibandingkan dengan bulan sebelumnya terjadi kenaikan konsumsi lstrik Hal ini disebabkan kegiatan di bulan suci itu berlangsung lebih awal untuk persiapan sahur.
Kondisi itu mengakibatkan konsumsi listrik lebih panjang, sehingga pemakaian konsumsi energi saat Ramadan bisa dipastikan terjadi kenaikan dair bulan-bulan sebelumnya.
Ketiga, akibat pencatatan rata-rata tadi. Menurut Yuddy, bulan April dilakukan pencatatan rata-rata berdasarkan pemakaian 3 bulan sebelumnya yang belum masuk masa WFH. Nah, pada saat April ada WFH, terjadi kenaikan pemakaian konsumsi listrik yang tidak dirasakan.
Pada waktu April ada kenaikan konsumsi listrik ini, karena pencatatannya berdasarkan pembayaran tagihan rata-rata tiga bulan sebelumnya, maka pemakaiannya tidak terlihat.
"Ada energi atau konsumsi listrik yang digunakan pelanggan, tetapi belum tercatat atau belum dibayar. Kemudian apabila di bulan Mei juga dilakukan pencatatan rata-rata, maka di bulan Mei pun ada kenaikan yang tidak dicatat atau belum dibayar," jelasnya.
Berikutnya, pada waktu bulan Juni dilakukan pencatatan sesungguhnya, yang terjadi adalah selain kenaikan konsumsi di masa WFH, ditambah lagi ada KWH yang belum dicatat atau belum dibayar di bulan April dan Mei, ditumpukkan ke bulan Juni.
"Ini yang menyebabkan pembengkakan atau lonjakan tagihan listrik," tegas Yuddy.
Pihaknya juga menyodorkan data terkait lonjakan tagihan bahwa di bulan Mei, total kenaikan lebih dari 20 persen itu ada sekitar 4,3 juta (pelanggan). Kalau terhadap jumlah pelanggan yang pascabayar yang mengalami kenaikan sebanyak 34,5.
"Dari yang naik itu, yang naik di atas 200 persen dari data kami hanya 6 persen dari yang naik di atas 20 persen. Atau dari total 4,3 juta hanya 6 persen. Terbanyak yang naik adalah antara 20 sampai 50 persen, sebanyak 2,4 juta pelanggan," ungkapnya.
Kemudian, yang mengalami kenaikan di atas 200 persen, di mana ada yang mengeluhkan kenaikan sampai 5 kali bahkan 10 kali, jumlah pelanggannya menurut Yuddy, kecil.
Sedangkan bicara secara total rumah tangga, kenaikannya setelah Covid WFH dibandingkan sebelum Covid-19, itu sekitar 1,8 persen saja dari total rumah tangga seluruhnya 70,4 juta.
“Tetapi yang paling banyak lonjakan itu kami lihat di pascabayar, itu 34,5 juta," tambah Yuddy.(fat/jpnn)
BACA JUGA: Tagihan Listrik Naik, Mardani PKS: Itu adalah Kejahatan
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam