PM Malaysia di Pusaran Suap Kapal Selam Prancis dan Pembunuhan Model

Kamis, 20 Juli 2017 – 08:21 WIB
PM Najib Razak. Foto: AFP

jpnn.com, PARIS - Kasus korupsi yang diduga melibatkan Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak bertambah lagi. Namanya disebut-sebut dalam kasus korupsi yang tengah disidangkan di Paris, Prancis.

Berawal dari laporan Suaram, organisasi HAM Malaysia, Prancis menginvestigasi Naval Group terkait penjualan dua kapal selam dari Prancis ke Malaysia pada 2002.

BACA JUGA: Obama Ngadem di Ubud, PM Najib Pilih Suasana Tenang Nusa Dua

Kini, dua mantan eksekutif Prancis menjadi terdakwa dalam kasus yang terjadi saat Najib menjabat menteri pertahanan tersebut.

Media Prancis mengidentifikasi dua terdakwa suap itu sebagai Philippe Japiot dan Jean-Paul Perrier. Pada 2002, Japiot menjabat chairman divisi dok kapal di DCNI alias Direction des Constructions Navales Internationale.

BACA JUGA: Malaysia Bangga Jadi Pilihan Pertama Raja Salman

Pada 2007, DCNI berubah nama menjadi DCNS atau Direction des Constructions Navales Services. Lantas, DCNS berganti nama menjadi Naval Group pada 2017.

Sementara itu, Perrier adalah chief executive Thales pada 2002. Thales merupakan perusahaan pertahanan dan elektronik Prancis yang memiliki saham 35 persen di Naval Group.

Kini, Japiot dan Perrier tak lagi menjabat di Naval Group. Namun, karena kasus tersebut melibatkan Naval Group, perusahaan pertahanan yang berfokus pada kelautan dan maritim, polisi lantas menginvestigasi perusahaan itu.

Japiot dan Perrier diinvestigasi sejak Mei. Mereka diduga kuat memberikan komisi ke perusahaan Malaysia dalam jumlah fantastis terkait transaksi dua kapal selam jenis Scorpene tersebut.

”Japiot didakwa menyalahgunakan aset publik dan Perrier didakwa membantu penyalahgunaan aset publik,” terang sumber Agence France-Presse kemarin (19/7).

Kabarnya, komisi yang diberikan Prancis ke perusahaan energi Malaysia itu berkisar 114 juta euro atau Rp 1,75 triliun. Komisi tersebut diserahkan ke perusahaan milik Abdul Razak Baginda, sekutu Najib. Ketika itu, Najib bertugas menangani supervisi dalam transaksi senilai USD 1,1 miliar (sekitar Rp 14,64 triliun) tersebut.

Selain Japiot dan Perrier, ada dua mantan eksekutif lain yang diinterogasi polisi Prancis. Yakni, Dominique Castellan dan Bernard Baiocco. Castellan merupakan mantan presiden DCNI. Sementara Baiocco adalah mantan presiden Thales International Asia.

Kepada polisi, empat eksekutif Prancis tersebut membantah semua dakwaan. Mereka menegaskan bahwa kontrak yang diteken itu bebas dari korupsi.

Aroma suap di balik transaksi dua kapal selam tersebut menguar setelah kematian Altantuya Shaariibuu pada 2006. Model cantik yang juga kekasih gelap Abdul Razak itu tewas mengenaskan setelah menagih bayarannya sebagai penerjemah dalam transaksi dua kapal selam tersebut.

Tubuh Altantuya hancur setelah diledakkan dengan bom plastik. Namun, sebelumnya, Altantuya ditembak mati.

Abdul Razak yang sempat menjalani proses hukum karena dituduh membunuh Altantuya akhirnya dinyatakan bebas. Najib yang ketika itu naik menjadi wakil PM Malaysia diyakini berada di balik vonis tersebut.

Meski kasus itu lantas menguap di Malaysia, Suaram tak tinggal diam. Mereka menyelidiki kasus tersebut sampai menemukan indikasi suap dari DCNI. Pada 2010, Suaram melaporkan temuannya ke Prancis. 

Sebelumnya, Najib diduga terlibat dalam skandal megakorupsi 1MDB. Sekitar USD 700 juta (sekitar Rp 9,38 triliun) dana segar dari perusahaan milik pemerintah Malaysia itu disebut-sebut bermuara ke rekening sang perdana menteri. (AFP/channelnewsasia/malaysiainsight/hep/c18/any)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler