PN Jakarta Pusat Gelar Sidang Mediasi Sengketa Tanah Seluas 29 Hektare, Hasilnya?

Kamis, 24 Oktober 2019 – 21:17 WIB
Wellyantina Waloni, Penasihat Hukum Ahli Waris Moh Noerdin bin Kaimin. Foto: Dokpri

jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (23/10) menggelar sidang mediasi sengketa tanah seluas 29 hektare yang terletak di seberang ITC Roxy Mas Jakarta Pusat, antara penggugat Ahli Waris Almarhum Moh Noerdin bin Kaimin dengan tergugat PT Duta Pertiwi, Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi DKI Jakarta dan BPN Jakarta Pusat.  

Namun mediasi gagal, karena Duta Pertiwi merasa telah secara sah memiliki tanah tersebut. Padahal faktanya, menurut Wellyantina Waloni selaku Penasihat Hukum Ahli Waris, Duta Pertiwi baru membeli dari para penggarap/penyewa lahan, bukan dari pemilik tanah yaitu Ahli Waris Moh Noerdin bin Kaimin. 

BACA JUGA: Jokowi: Kepemilikan Sertifikat Mengurangi Sengketa Tanah

"Sangat disayangkan mereka menolak damai. Padahal hakim saja beberapa kali bilang mendingan damai. Duta Pertiwi kan perusahaan besar, sedangkan para ahli waris orang tak mampu. Untuk bertahan hidup saja mereka cuma jualan ubi di pasar Tangerang,” kata Wellyantina Waloni, Penasihat Hukum Ahli Waris dalam keterangan persnya, Kamis (24/10).

Seperti diketahui, sebanyak 88,56 persen saham Duta Pertiwi dimiliki oleh PT Bumi Serpong Damai Tbk, kelompok usaha Sinarmas Land.

Wellyantina juga mengaku heran mengapa Duta Pertiwi menolak damai. Padahal dalam proses mediasi, Ahli Waris mengajukan penawaran harga tanah yang sangat murah, yaitu Rp8 juta per meter persegi (m2). Sedangkan harga tanah di Kawasan Roxy berdasarkan NJOP tahun ini sudah mencapai 45 juta / m2.

Sengketa tanah bernilai lebih dari Rp3 triliun ini, berawal ketika pada 2017 BPN  Jakarta Pusat menerbitkan 3 Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Duta Pertiwi, berdasarkan SK Kakanwil BPN Provinsi DKI Jakarta.

Padahal dokumen-dokumen autentik sejak tahun 1943 menyatakan tanah tersebut terdaftar sebagai milik Moh Noerdin bin Kaimin. Bahkan pada 20 Juni 2016, Kanwil BPN DKI Jakarta sendiri telah mengakui kepemilikan tanah di seberang ITC Roxy Mas ini sebagai milik ahli waris, dengan mengeluarkan surat yang intinya menyatakan bahwa pajak tanah tersebut  tercatat atas nama Moh Nurdin bin Kaimin.

Ahli Waris juga menyatakan belum pernah menjual, mengalihkan atau melepaskan hak atas tanahnya kepada pihak siapa pun, termasuk kepada Duta Pertiwi. Dengan demikian, tindakan Kanwil BPN Provinsi DKI Jakarta dan BPN Jakarta Pusat menerbitkan sertifikat di atas tanah milik Ahli Waris melanggar hukum.

Wellyantina Waloni menilai jalan yang ditempuh Ahli Waris untuk mendapat keadilan sangat berliku. Tahun lalu, Ahli Waris telah mengajukan gugatan di PN Jakarta Pusat No G 549/2018, namun ditolak karena dianggap cacat formil. 

Saat itu, kata dia, ahli waris tidak mencantumkan batas-batas tanahnya dengan jelas. Sayangnya, sejak pertama kali gugatan perdata itu disidangkan hingga sidang putusan,   pihak BPN Jakarta Pusat jarang hadir dan terkesan ogah-ogahan.

Pada Rabu (23/10), sengketa yang sama kembali digelar dengan Nomor Perkara G 485/2019 dengan tahap mediasi atau upaya perdamaian. Karena upaya damai gagal dengan ditolaknya penawaran harga tanah hanya Rp8 juta/m2, maka Ahli Waris akan melanjutkan gugatan perdata ini. Bahkan bukan tidak mungkin gugatan pidana dan tata usaha negara akan ditempuh juga.   

“Kami telah perbaiki gugatan dengan mencantumkan batas tanah yang dicaplok Duta Pertiwi. Kami bahkan telah kirim surat ke Pak Jokowi tertanggal 30 Juli 2019, minta dibantu mendapatkan keadilan. Pokoknya jalan terus, kezaliman harus dilawan,” tegas Wellyantina.

Dia merasa yakin keadilan akan berpihak pada Ahli Waris, karena seluruh sertifikat yang terbit atas nama Duta Pertiwi, jelas-jelas berada di areal tanah milik Ahli Waris Moh Noerdin bin Kaimin, dan hanya bermodalkan pembayaran uang kerohiman kepada orang-orang yang menempati lahan tersebut. 

“Peran Kanwil BPN Provinsi DKI Jakarta dan BPN Jakarta Pusat juga harus diusut tuntas, mengapa bisa menerbitkan sertifikat hanya berdasarkan transaksi dengan penggarap/penyewa lahan,” tutup Wellyantina.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler