JAKARTA -Sikap tak netral PNS (pegawai negeri sipil) seperti lurah dan camat dalam Pilkada DKI 2012 kian menjadi-jadi. Kondisi demikian membuat kalangan politisi semakin gerah. Belakangan ini banyak ditemukan aktivitas pemasangan alat peraga yang ditengarai melibatkan para lurah.
Ketua DPW PPP DKI Jakarta Lulung Lunggana menyatakan, sikap tidak netral para PNS yang menjadi pamong di tengah masyarakat sudah menjadi rahasia umum. Keterlibatan para PNS itu sangat disesalkan oleh sebagian besar masyarakat ibu kota. Tanpa malu-malu, para lurah mengajak masyarakat untuk memilih pasangan calon incumbent. ”Ini bukti keterlibatan PNS. Seharusnya mereka bersikap netral agar pilkada berjalan jujur dan adil,” ujar dia kepada INDOPOS (Grup JPNN), kemarin (20/6).
Seharusnya, sambung Lulung, para lurah dan camat cukup mengajak masyarakat agar mempergunakan hak pilihnya pada 11 Juli mendatang. “Mengajak masyarakat agar tidak golput, itu yang bagus. Kenyataannya justru lurah menggiring ketua RT (rukun tetangga) dan RW (rukun warga) di suatu tempat dan diarahkan untuk mendukung calon tertentu,” sesal tokoh masyarakat Tanah Abang itu.
Temuan akan sikap tidak netral PNS pejabat lurah di DKI juga diungkapkan Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Dwi Rio Sambodo. Salah satu kasus terjadi di kawasan Utan Kayu Utara, Matraman, Jakarta Timur. Seorang lurah tidak segan-segan mengawal pemasangan baliho bergambar incumbent. “Lurahnya langsung berada di lokasi pemasangan baliho. Lurah sangat proaktif dalam penggalangan memenangkan incumbent,” beber dia.
Rio juga mengungkapkan, sikap tidak netral lurah tersebut sempat mendapat teguran dari Panwaslu. Menurut dia, kondisi demikian sebagai bentuk loyalitas para lurah dan camat terhadap Gubernur Fauzi Bowo yang kini menjadi calon incumbent dalam Pilkada DKI. “Itu bentuk loyalitas yang salah. Ketika pimpinan bermain ke ranah politik, seharusnya lurah dan camat tidak boleh terlibat,” tandasnya.
Terkait dengan keberadaan surat edaran gubernur tentang pentingnya menjaga sikap netralitas PNS lingkungan Pemprov DKI, Rio menilai, hanya suatu formalitas saja. Sebab terjadi perbedaan mencolok substansi surat edaran dengan kenyataan di lapangan. “Terbukti dengan kasus Lurah Gondangdia yang mengajak warga untuk memilih pasangan incumbent. Pola seperti ini terjadi di semua kelurahan. Sebuah gerakan yang sistematis,” tuturnya.
Karena itu, Rio mendesak Panwaslu DKI Jakarta lebih proaktif dalam mengawasi proses tahapan Pilkada DKI 2012. Sebab banyak ditemukan pelanggaran. Tentunya setiap temuan harus diiringi dengan pengenaan sanksi tegas, terutama kalangan PNS yang bersikap tidak netral. “Kami pernah menyampaikan ke Panwaslu agar proaktif,” ungkapnya.
Di sisi lain, Anggota Panwaslu Jakarta Pusat Abdillah Pahresi menuturkan, kasus Lurah Gondangdia tengah dalam proses kajian di Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) yang terdiri dari Panwaslu, Kejaksaan dan Kepolisian. “Kemungkinan akan ada keputusan pekan depan,” imbuhnya.
Dasar hukum pelaporan ini adalah pasal 80 UU no 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah no 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) pasal 4 angka 15 jo pasal 5 jo pasal 6 jo pasal 7. Dan pasal 116 ayat 4 jo Putusan Mahkamah Konstitusi No17/PUU-X/2012. Pelakunya diancam hukuman pidana penjara minimal 1 bulan dan maksimal 6 bulan. (rul)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pendukung Anas Siap Lakukan Perlawanan
Redaktur : Tim Redaksi