KEKURANGAN fisik bukan halangan untuk menggapai cita-cita. Salah satunya Elon Carlan SPd MPd. PNS yang menyandang tunanetra itu bisa menikmati hasil kerja kerasnya selama ini. Elon akhirnya dilantik Bupati H Aang Hamid Suganda sebagai pejabat di setda Kuningan, bersama pejabat lainnya.
Agus Panther, Kuningan
MUNGKIN ini kali pertama dalam sejarah birokrasi Indonesia, seorang tunanetra dilantik menjadi pejabat. Keberanian itu ditunjukkan Bupati H Aang Hamid Suganda yang melantik Elon Carlan sebagai Kasubag Pendidikan, Pemuda dan Olahraga di Bagian Kesra Setda Kuningan. Pelantikan ini juga mengikis diskriminasi bagi para penyandang cacat. Elon ibaratnya membuka keran bagi PNS penyandang cacat lainnya untuk bisa menduduki jabatan strategis di lingkungan pemkab.
Bagi Pemkab Kuningan, dilantiknya PNS penyandang cacat atau berkebutuhan khusus menjadi pejabat adalah sejarah baru. Dibandingkan pemkab lainnya, Pemkab Kuningan lebih akomodatif dan menghargai kemampuan PNS penyandang cacat. Faktor kemampuan serta dedikasi dari Elon menjadi penyebab dilantiknya pria asal Desa Cikeusal, Kecamatan Cimahi itu menjadi pejabat teras pemkab.
Bupati H Aang Hamid Suganda ternyata sangat bangga dengan Elon Carlan. Bahkan bupati melihat, Elon memiliki kemampuan lebih dibanding PNS normal lainnya.
“Tak masalah dengan Elon dilantik sebagai Kasubag. Dia memiliki kemampuan jauh lebih bagus dibanding PNS normal tapi kerjanya malas. Pemerintah pusat juga simpati terhadap Elon. Dia mampu membangun sekolah yang menghabiskan dana miliaran rupiah. Jadi, saya tidak salah melantik Elon. Banyak kok PNS yang normal tapi malas kerjanya,” tegas Aang sambil tersenyum.
Bahkan Aang mengaku pernah diperintah Elon saat SLBN Taruna Mandiri akan dibangun. “Elon itu berani merintah saya. Katanya saya diminta menyediakan tanah untuk pembangunan SLB. Kalau dana pembangunannya dia yang nyari. Ternyata setelah tanah disediakan, Elon berhasil membangun SLBN Taruna Mandiri yang sangat megah. Itu menunjukkan kalau dia memiliki jaringan yang bagus dengan pemerintah pusat dan provinsi. Sekali lagi dibanding PNS normal yang malas, jauh lebih bagus Elon,” kata Aang.
Bagi Elon menjadi Kasubag adalah pencapaian tertinggi hasil kerja kerasnya selama ini. Masa kecil Elon ternyata tidak indah. Sejak dilahirkan, mata Elon sudah tidak melihat. Kondisi ini diperparah dengan bercerainya orang tuanya. Elon kecil pun harus menapak kehidupan terjalnya dengan kemandirian. Anak pertama pasangan Kusnadi-Tarsih (alm) itu kerap mendapat hinaan dari rekan sepermainannya. Meski begitu, Elon tetap tabah dan berusaha menjalani kehidupannya kendati susah.
“Sejak kecil memang saya sudah menderita. Hinaan, makian maupun sindiran sudah biasa bagi saya. Itu tak seberapa. Saya hanya ingin hidup ini bisa bermanfaat bagi orang lain. Meski saya tidak melihat, tapi saya tidak mau dikasihani. Saya harus bisa mandiri, dan tidak mengandalkan belas kasihan orang. Makanya saya terus berusaha mewujudkan apa yang saya impikan,” papar Elon.
Seperti anak lainnya, Elon akhirnya bersekolah di SDN Karanganyar. Meski bersekolah di sekolah umum, tapi bukan halangan bagi Elon dalam menuntut ilmu. Di sekolah ini, Elon menunjukkan kemampuan akademiknya. Elon akhirnya berhasil menamatkan sekolah dasarnya dengan nilai memuaskan. Namun saat mendaftar ke SMP umum, tak ada sekolah yang menerimnya. Alasannya, Elon seorang tunanetra. Karena gagal melanjutkan ke SMP, membuat Elon harus menunda mimpinya mencari ilmu.
Kisah hidup Elon yang kelam rupanya terdengar oleh Wahyu Sutarjo, yang saat itu menjabat sebagai Kepala SMPLB Perwari Kuningan. Wahyu pun berangkat ke Cikeusal dan membawa Elon untuk dimasukan ke SMPLB Perwari. Di sekolah ini, Wahyu mendidik keras Elon.
“Saya selalu mengajarkan kepada anak-anak untuk tidak meminta bantuan orang lain. Elon juga saya suruh jalan dan nyuci baju sendiri. Kalau tidak diajari keras seperti itu, mereka akan tetap meminta bantuan atau ingin dibelas kasihan,” tandas Wahyu mengenang saat pertama kali menangani Elon.
Karena kemampuan akademiknya yang luar biasa, Elon berhasil menamatkan pendidikannya. Hasratnya yang besar untuk menjadi ‘orang’ membuat Elon mendaftar ke SMA umum. Tapi tak satu pun SMA yang mau menerimanya. Alasannya sama, Elon adalah penderita tunanetra, sehingga sekolah kesulitan dalam proses belajar mengajarnya. Sampailah Elon bertemu dengan Drs H Hasan Sutardi, Kepala SMA Pertiwi Cilimus. Hasan yang memiliki jiwa sosial tinggi dan sangat peka terhadap masyarakat akhirnya menerima Elon sebagai siswanya.
Tak ada perlakuan khusus saat Elon menuntut ilmu di SMA umum. Elon harus belajar seperti halnya siswa normal lainnya. Selama tiga tahun menuntut ilmu di SMA Pertiwi Cilimus, Elon selalu masuk ranking lima besar. “Dia itu pernah menjadi pengurus OSIS bidang kerohanian. Nilai akademiknya terutama bahasa Inggris sangat bagus. Elon selalu berada di lima besar di sekolahnya. Bakat lainnya, dia itu konseptor yang ulung. Malahan Elon membuka kursus bahasa Inggris bagi siswa normal lainnya. Terkadang Elon tidur di musala, karena rumahnya jauh,” kenang Beni Suprianto yang saat itu menjabat Wakasek Bidang Kesiswaan SMA Pertiwi Cilimus.
Usai menamatkan belajar di SMA Pertiwi, kata Beni, Elon meminta agar diantar mendaftar ke STAIN Cirebon (sekarang IAIN Syekh Nurjati). Namun setelah beberapa hari menunggu, akhirnya diperoleh kepastian jika Elon tidak bisa diterima di STAIN karena keterbatasan fisiknya. “Pihak STAIN mengatakan bahwa tidak bisa menerima Elon karena yang bersangkutan tunanetra. Meski sudah dijelaskan bahwa Elon memiliki kemampuan dan bisa belajar seperti layaknya siswa normal, pihak STAIN tetap menolaknya. Padahal dia anak bangsa juga yang ingin menuntut ilmu,” sebut Beni.
Kendati ditolak oleh perguruan tinggi favoritnya, bukan penghalang bagi Elon untuk menuntut ilmu. Selama menjadi tenaga honorer di Pemkab Kuningan, Elon melanjutkan studi sarjananya di Uniku. Gelar SPd akhirnya disandang Elon di tahun 2006. Selanjutnya suami dari Kokoy Kurnaeti itu memilih kuliah lagi di Sekolah Tinggi Manajemen Jakarta. Di tahun 2008, Elon berhak menyandang gelar MPd. Istri Elon sendiri diangkat menjadi PNS Provinsi Jawa Barat dan mengajar di SLB Taruna Mandiri.
Bapak dari Silmi Mega Pratiwi tersebut juga pernah menikmati udara Jepang. Selama tiga bulan, Elon menjalani studi banding di negara sakura tersebut. Keberangkatannya ke Jepang tidak terlepas dari kesuksesannya sebagai pemuda pelopor tingkat Jawa Barat.
“Bagi saya, keterbatasan fisik bukan penghalang untuk mencapai cita-cita. Saya juga berharap semua penyandang cacat untuk tidak frustasi dan terus bekerja keras dan belajar. Semoga apa yang saya alami menjadi inspirasi atau penyemangat bagi penyandang cacat lainnya untuk terus belajar,” pungkas Elon. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Keluhkan Tumpukan Sampah di Jalan
Redaktur : Tim Redaksi