JPNN.com

Polemik HGB di Kawasan Pagar Laut, Presiden Bisa Revisi Aturan Ini

Rabu, 22 Januari 2025 – 11:07 WIB
Polemik HGB di Kawasan Pagar Laut, Presiden Bisa Revisi Aturan Ini - JPNN.com
Sejumlah nelayan bersama personel TNI AL membongkar pagar laut yang terpasang di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/Spt.

jpnn.com - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menyoroti polemik soal terbitnya sertifikat hak guna bangunan (HGB) di kawasan pagar laut yang notabene berupa perairan.

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyebut bahwa area pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten, memiliki sertifikat HGB.

BACA JUGA: Mengapa Sertifikat HGB-SHM Kawasan Pagar Laut Bisa Terbit, Pak Nusron?

"Pernyataan menteri ATR tentu membuat masyarakat terkejut, bagaimana mungkin di atas laut terbit sertifikat HGB," ujar Chandra.

Chandra menjelaskan bahwa HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri.

BACA JUGA: Nasib Bupati Situbondo Karna Suswandi yang Tersangka di KPK

Pengertian tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UU PA).

Lantas kenapa di area perairan/laut bisa terbit HGB?

BACA JUGA: Gadis di Serang Dicabuli 2 Pria yang Masuk Lewat Jendela, Begini Kejadiannya

Menurut Chandra, HGB di atas perairan dilegitimasi oleh Pasal 65 Ayat (2) Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.

Mengacu beleid itu, pemberian HGB di perairan, termasuk di kawasan pagar laut harus mendapatkan perizinan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

PP No.18 Tahun 2021 Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah ini merupakan peraturan turunan dari UU Cipta Kerja.

Berikut ini bunyi Pasal 65 Ayat (2) PP tersebut; "Pemberian Hak Atas Tanah di wilayah perairan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

"Atas persoalan tersebut, langkah hukum yang dapat diupayakan yaitu mengajukan Uji Materiil di Mahkamah Agung terkait Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 2021 Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah," kata Chandra.

Selain itu, masyarakat dapat juga menempuh langkah politik yaitu mendesak Presiden untuk meninjau kembali dan/atau mengubah PP No.18 Tahun 2021 tersebut.

Chandra lantas mengutip pendapat sebagian pengamat bahwa saat ini demokrasi di Indonesia mengarah menjadi "corporated democracy", yakni demokrasi yang dikuasai oleh para pemilik modal.

Dengan kekuatan uangnya, pemodal menguasai media massa, market (pasar), society (masyarakat), bahkan state (negara), termasuk di dalamnya partai-partai politik dan lembaga-lembaga politik.

"Langkah Presiden meninjau kembali peraturan tersebut sebagai salah satu upaya menepis isu 'negara kalah oleh korporasi'," kata Chandra.(fat/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler