Polemik PSBB Jakarta, Pengamat Salahkan Anies Baswedan yang Pengin Jalan Sendiri

Selasa, 15 September 2020 – 11:33 WIB
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengkritik Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengumumkan penerapan PSBB tanpa berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Menurut dia, tindakan Anies itu telah memicu polemik dengan sejumlah menteri.

"Polemik PSBB kedua ini disebabkan pemprov, terutama gubernur. Seharusnya adakan rapat-rapat, konfirmasi. Ini tanpa rapat, jalan sendiri dulu," ujarnya saat dihubungi, Senin (14/9).

BACA JUGA: Anies Memberlakukan PSBB, Begini Langkah yang Diambil Persija...

Dirinya mengingatkan, gubernur Jakarta merupakan perwakilan pemerintah pusat di daerah. Sehingga, segala kebijakannya mesti selaras dengan agenda nasional.

Hal itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) dan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang DKI Jakarta.

BACA JUGA: Pak Ganjar Minta Warga Jateng Patuh Imbauan Anies Baswedan saat PSBB Jakarta

Hierarki serupa juga diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan turunannya.

"Di situ dijelaskan, kewenangan suatu daerah untuk penanganan pandemi ada di pusat," terang akademisi Universitas Trisakti itu.

BACA JUGA: Hari Pertama PSBB Total, Anak Buah Anies Baswedan Ancam Semua Tukang Ojek

Trubus melanjutkan, pemerintah pusat berwenang memberikan sanksi kepada kepala daerah yang melanggar peraturan perundang-undangan berlaku. Langkah ini bisa diterapkan dalam kasus PSBB Jakarta.

"Dalam hal tertentu, presiden berhak menonaktifkan kepala daerah yang tidak mematuhi kebijakan-kebijakan pusat," tegasnya.

Seperti diketahui, Anies memperketat PSBB dengan alasan kapasitas rumah sakit di Jakarta hampir penuh sementara jumlah kasus COVID-19 terus melambung.

Padahal, pemerintah pusat sudah mengantisipasi hal tersebut dan mengambil langkah-langkah.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melki Laka Lena mengatakan hingga pekan ini anggaran dana dan fasilitas kesehatan masih mencukupi untuk menangani pandemi Covid 19, sekaligus pemulihan ekonomi. Sehingga masyarakat tak perlu panik.

“Pemerintah sudah membuat rencana alternatif dengan memanfaatkan fasilitas kesehatan dan hotel-hotel untuk dijadikan tempat penampungan baru, baik isolasi dan perawatan pasien Covid-19,” kata Melki Laka Lena dalam keterangannya kepada media, Senin (14/9).

Hotel Bintang 2 dan 3 di Jakarta yang dapat dipergunakan untuk Isolasi berjumlah 10 sampai dengan 15 Hotel. Fasilitas ini memiliki kapasitas 1.500 kamar atau 3.000
Bahkan jumlah hotel ini masih dapat ditambah jika diperlukan.

Khusus untuk DKI Jakarta berdasarkan data RS Online per 13 September 2020 pukul 12.00 WIB, Melki menyatakan bahwa DKI Jakarta masih mampu melakukan perawatan pasien Covid-19.

Rinciannya, untuk merawat pasien Covid-19 dengan gejala sedang masih terdapat Ruang Isolasi pasien yang kosong berjumlah 1.088 tempat tidur dari 4.271 tempat tidur yang ada. Beberapa hari ruang isolasi akan ditambah sebanyak 1.022 tempat tidur, sehingga menjadi 5.293 tempat tidur.

Sementara untuk merawat pasien Covid dengan gejala Berat juga terdapat Ruang ICU yang kosong berjumlah 115 tempat dari 584 tempat tidur yang ada. Bahkan dalam beberapa hari mendatang, menurut Melki akan ditambah sebanyak 138 tempat tidur sehingga total menjadi 722 tempat tidur. (dil/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler