Polemik Rencana Penempatan Perwira TNI di Jabatan Sipil

Senin, 11 Februari 2019 – 00:14 WIB
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto pada acara Apel Khusus di Lapangan Merah Mako Korpaskhas, Bandung, Jawa Barat, Jumat (18/1/2019). Foto: Puspen TNI

jpnn.com, JAKARTA - Rencana menugaskan perwira TNI aktif di kementerian dan lembaga pemerintah mendapat penolakan dari sejumlah organisasi masyarakat sipil. Pasalnya, ketentuan tersebut dinilai bertentangan dengan semangat profesionalisme TNI yang menjadi cita-cita pasca reformasi.

Kepala Divisi Pembelaan HAM KontraS Arif Nur Fikri menyampaikan bahwa pasal 2 UU TNI secaa tegas menjadikan profesionalisme TNI sebagai agenda prioritas yang harus dicapai.

BACA JUGA: 724 Perwira TNI dan Polri Dilantik Presiden di Istana

Oleh karenanya, dalam Pasal 47 ayat 2, keterlibatan perwira TNI aktif dibatasi pada kemanterian dan lembaga yang berkaitan dengan keamanan negara.

Pembatasan didasarkan pada asas efektivitas, di mana aspek kemampuan dan pemahaman menjadi pertimbangan penempatan sebuah jabatan. Arif menilai, jika posisi di kementerian hanya digunakan untuk menampung perwira yang non-job, maka bertentangan dengan asas efektivitas pemerintahan.

”Jangan sampai efektivitas tersebut tidak ada dan hanya dijadikan tempat untuk menunggu waktu penempatan bagi para perwira yang pada akhirnya nanti malah 'magabut',” ujarnya kepada Jawa Pos. Selain itu, dengan menempati jabatan sipil, TNI juga dapat mencampuri kebijakan sipil.

Lebih jauh lagi, lanjutnya, langkah tersebut bisa menujukkan adanya pelemahan sipil dalam proses tata kelola pemerintahan. ”Dengan menggoda TNI untuk masuk dan menduduki jabatan sipil,” imbuhnya.

Imbasnya, jenjang karir bagi pegawai sipil di lembaga atau kementerian yang diisi para perwira ikut terhambat.

Terkait persoalan banyaknya perwira yang non-job, Arif menilai ada yang salah dalam proses manajemen internal di Institusi TNI. Khususnya terkait dengan promosi dan kepangkatan. Oleh karenanya, dia mendesak TNI untuk membenahi persoalan internal dibanding mengambil jabatan sipil.

Sebelumnya, wacana penempatan Perwira TNI aktif diusulkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat hadir dalam rapimnas TNI – Polri di Istana Kepresidenan Rabu lalu (30/1). Usulan tersebut disampaikan di sela-sela rencana presiden merevisi UU TNI guna menaikkan usia pensiun bintara dan tamtama TNI. Kebetulan, momennya juga bersamaan dengan pembuatan perpres restrukturisasi organisasi TNI.

Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Jenderal Purnawirawan TNI Moeldoko menegaskan bahwa tidak ada rencana untuk mengembalikan peran TNI ke ranah sipil. Menurut dia, yang akan diubah dalam revisi UU TNI hanya terkait perubahan usia.

”UU yang perlu diubah nanti sepertinya dalam petunjuk Presiden saat rapim bahwa usia TNI nanti tamtama bintara dari 55 menjadi 58,” ujarnya.

Sementara untuk perpres, mantan panglima TNI itu juga menegaskan tidak akan ada klausul tersebut. Dia menegaskan, sesuai doktrin yang sudah dilakukan selama ini, fungsi sosial politik TNI sudah dipisahkan.

Hal serupa disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Sisriadi ketika berdiskusi dengan awak media di Balai Media TNI Rabu (6/2).

Dengan tegas Sisriadi menuturkan, instansinya sama sekali tidak punya niatan mengembalikan dwifungsi prajurit TNI. ”Jadi, itu apa yang disampaikan panglima tidak akan kembali ke sana,” imbuhnya.

Perwira tinggi TNI AD dengan dua bintang di pundak itu pun menyampaikan, penempatan prajurit TNI di kementerian atau lembaga lain tidak sembarangan. Malah pihaknya sangat selektif.

Sebab, TNI juga butuh perwira untuk menduduki sejumlah posisi di tubuh organisasi mereka. ”Justru nanti kami bingung. Nggak ada lagi perwira kami yang bisa perang. Padahal fungsi utama kami itu,” imbuhnya.

Melalui Peraturan Panglima TNI Nomor 40 Tahun 2018 tentang Kepangkatan Prajurit TNI, institusi militer tanah air tengah berusaha membenahi kelebihan perwira.

Mantan kepala dinas penerangan TNI AD itu menyebutkan, jika peraturan itu sudah efektif diterapkan, tidak akan ada lagi perwira ‘nganggur’. Baik di TNI AD, TNI AL, dan TNI AU. Hanya saja, dia mengakui bahwa untuk sampai ke sana butuh waktu tiga sampai lima tahun. Sehingga perlu ada rencana jangka pendek. Yang muncul adalah isu penempatan perwira TNI pada jabatan sipil.

Terpisah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Syafruddin ikut berkomentar terkait perwira aktif TNI dan Polri yang menduduki pimpinan kementerian atau lembaga. Dia menegaskan keberadaan unsur TNI dan Polri di kementerian atau lembaga diatur dalam UU TNI maupun UU Polri.

Dia menjelaskan saat ini ada 15 kementerian dan lembaga yang bisa diisi oleh TNI dan Polri aktif. Diantaranya adalah Menko Polhukam, Kementerian Pertahanan, Lemhanas, BNN, BNPT, dan BSSN. ’’(Serta, Red) BNPB yang baru (dipimpin Doni Manardo, Red) kemarin,’’ kata Syafruddin.

Terkait ada kekhawatiran kembalinya dwi fungsi ABRI atau TNI, Syafruddin menjelaskan masyarakat tidak perlu khawatir. ’’Oh enggak lah. Tidak ada itu, tidak ada (kembalinya dwi fungsi ABRI, Red),’’ jelasn dia.

Syafruddin menegaskan keberadaan perwira TNI dan Polri di kementerian atau lembaga sesuai dengan UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara dan UU 34/2004 tentang TNI saat ini berjalan dengan baik.

Syafruddin mengatakan hingga kini keberadaan perwiran TNI dan Polri di kementerian atau lembaga dibatasi di 15 instansi saja. Di luar 15 instansi tersebut, tidak diperkenankan. (far/syn/wan)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler