jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Profesor Zainuddin Maliki mengingatkan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim tidak kebablasan dalam menentukan berbagai program dan kebijakan kementerian yang dipimpinnya.
Dia menilai, semangat muda Nadiem Makarim terlalu berapi-api sehinggai mengabaikan unsur kehati-hatian.
BACA JUGA: HNW: Penghapusan Madrasah dalam RUU Sisdiknas Tidak Sesuai Konstitusi
Salah satu contohnya, kata Profesor Zainuddin, adalah RUU Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) yang saat ini menjadi polemik. Itu karena tidak dicantumkannya Madrasah dalam RUU Sisdiknas.
"Seharusnya Mendikbudristek menyadari masalah agama itu sesuatu yang sublim. Sebagai bangsa religius, agama tidak hanya mengakar dalam pikiran, tetapi juga di hati terdalam rakyat Indonesia," kata Prof Zainuddin Maliki kepada JPNN.com, Rabu (30/3).
BACA JUGA: Eks Ketua Forum Honorer Lulus PPPK Guru, Aktivitasnya Keren, Semoga Mas Nadiem Lihat
Dia menegaskan tidak segan-segan mengingatkan Kemendikbudristek melalui raker di Komisi X DPR agar berhati-hati dalam melakukan perubahan penyelenggaraan pendidikan, apalagi terkait dengan masalah keagamaan.
Pihak Kemendikbudristek sendiri sudah mengklarifikasi tidak bermaksud menghapus Madrasah dalam draf RUU Sisdikinas yang dibuatnya.
BACA JUGA: Daftar Harga Terbaru Minyak Goreng di Indomaret & Alfamart, Paling Bawah Ada Diskon
Seperti dijelaskan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Anindito Aditomo, Madrasah dimasukkan di penjelasan, bukan di pasal RUU Sisdiknas. Hal itu menurutnya agar lebih fleksibel dan dinamis.
Pernyataan tersebut dinilai Profesor Zainuddin sangat aneh. Sebab, seharusnya Kemendikbudristek memperhatikan asas penyusunan undang-undang yang baik.
"Dalam menormakan sebuah pasal dalam undang-undang harus memenuhi asas lex stricta dan juga lex certa," ungkap legislator PAN yang juga anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu.
Dia menjelaskan, asas lex stricta dalam menyusun undang-undang mengharuskan pasal ditulis secara jelas dan dapat dimaknai secara rigid. Tidak boleh diperluas sehingga menimbulkan analogi dan atau multitafsir.
Penyusunan undang-undang juga harus memenuhi asas lex certa sehingga dalam menormakan aturan ke dalam pasal undang-undang harus mengedepankan pentingnya kepastian sebagai tujuan hukum.
Jaminan kepastian ini penting di samping berbicara tentang nilai-nilai seperti keadilan dan kemanfaatan.
Dengan demikian, lanjutnya, semua masalah yang hendak diatur normanya harus bisa dirumuskan secara tegas dalam pasal undang-undang dan tidak boleh menimbulkan analogi atau tafsir.
"Seharusnya Kemendikbudristek memasukkan jenis pendidikan yang tegas ke dalam pasal RUU Sisdiknas dan sedapat mungkin tidak perlu menambahkan penjelasan," tegas mantan rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.
Dia menambahkan, pembaruan undang-undang juga jangan sampai mengabaikan aspek filosofi dan nilai yang hidup di masyarakat.
Asas dan normanya pun harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai ke-Indonesia-an lainnya. Tidak bisa dipungkiri, Madrasah adalah salah satu identitas dan jatidiri bangsa Indonesia.
Profesor Zainuddin menegaskan, sebuah keniscayaan bahwa eksistensi Madrasan harus dijaga. Tidak boleh dinafikan begitu saja dengan gampang.
"Jadi, urgen untuk dinormakan dalam pasal undang-undang dan bukan sekadar dalam penjelasan," pungkas Prof Zainuddin Maliki. (esy/jpnn)
Redaktur : Soetomo
Reporter : Mesya Mohamad