jpnn.com, JAKARTA - Bareskrim Polri terus mengusut kasus pembobolan dana BNI oleh tersangka Maria Pauline Lumowa.
Kepolisian pun mulai melacak aset dari Maria untuk dijadikan sebagai barang bukti.
BACA JUGA: Ternyata, Uang BNI Dibobol Maria Pauline Bukan Rp 1,7 Triliun
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo mengatakan, sejauh ini baru mendapatkan aset sebesar Rp 132 miliar.
“Jadi, dari hasil penyitaan dan tracing aset, baik dalam bentuk barang bergerak maupun barang tak bergerak serta uang yang pernah disita kemudian dilelang total senilai Rp 132 miliar, nilai lelang pada saat itu,” kata Listyo kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jumat (10/7).
BACA JUGA: Maria Pauline Bisa Diboyong karena Serbia Ingat Jasa Indonesia?
Listyo menerangkan, untuk sisa aset masih terus didalami oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Ditipideksus) Bareskrim Polri.
“Tentunya sisa dari pembobolan Bank BNI itu akan terus didalami,” tambah Sigit.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Prabowo Makin Istimewa di Mata Jokowi, Uang Rp 500 Juta Bikin Heboh
Dalam kasus ini, penyidik Bareskrim bakal menjerat Maria Pauline Lumowa dengan pasal tindak pidana korupsi (Tipikor) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Nantinya untuk menjerat dengan pasal TPPU, jajaranya bakal membuat laporan polisi terpisah.
Jeratan TPPU dikatakan Sigit guna menelusuri aset ataupun pihak lainnya yang diduga ikut terlibat dalam perkara pembobolan senilai Rp 1,2 triliun tersebut.
“Jadi seperti yang tadi saya sampaikan kita laksanakan pemeriksaan terus mendalam terhadap tersangka dari situ kita bisa ketahui bagaimana yang bersangkutan sembunyikan aset atau pihak terkait yang saat ini belum sempat ditersangkakan tentunya ini akan kita liat beberapa hari kedepan," ujar Listyo.
Diketahui, Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,2 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.
Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh pihak Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda. (cuy/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan