Polisi Paser Diduga Salah Tangkap

Kasus Pembunuhan Istri Kepala Desa

Rabu, 07 Maret 2012 – 16:42 WIB

SAMARINDA - Dugaan salah tangkap serta rekayasa kasus perampokan dan pembunuhan terjadi di Kabupaten Paser. Empat orang yang awalnya diduga sebagai tersangka kasus tersebut sudah mendekam di penjara. Mereka adalah Koyen Isnawi, Undul bin Sian, Arianto bin Taufik Rahman, dan Indah bin Jono.

Belakangan, keluarga keempat orang itu melaporkan dugaan salah tangkap dan rekayasa itu kepada Propam Polda Kaltim.

Kasus ini terjadi pada 4 Februari 2009 silam. Istri Kepala Desa Muara Andeh, Kecamatan Muara Samu, Kabupaten Paser bernama Rahel Manganan tewas di rumahnya. Pada 14 Februari 2009, atau sepuluh hari kemudian, Koyen Isnawi ditangkap polisi karena kedapatan membawa senjata tajam. Polisi kemudian menetapkan Koyen sebagai otak perampokan dan pembunuhan. Namun Koyen membantah tuduhan itu dan menolak menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Koyen pun tidak mau melakukan rekonstruksi kasus tersebut.

Taufiqurahman, orangtua terdakwa Arianto mengungkapkan hal serupa. Dalam laporannya ke Propam Polda Kaltim Nomor 29 VII/2010/YANDUAN yang salinannya diperoleh Kaltim Post menyatakan, penetapan anaknya sebagai tersangka pembunuhan penuh keganjilan.

“Saya keberatan atas penangkapan dan penahanan Arianto. Karena Arianto bukan tersangka, mungkin ada kesamaan nama. Banyak keganjilan dalam kasus ini,” katanya.

Ia mengaku telah mengadukan kasus ini kepada Kasat Reskrim Polres Paser kala itu AKP Peby Hutagalung.
“Saya punya bukti baru berupa rekaman pengakuan para pelaku sebenarnya. Tapi dijawab, tidak mungkin kami salah tangkap,” katanya, menirukan ungkapan Kasat Reskrim.
 
Tim kuasa hukum para terdakwa, Zainal Arifin, SH dan Aswanuddin SH, MH mengatakan, telah membuat surat khusus tertanggal 22 Agustus 2010 yang melaporkan tindakan oknum aparat kepolisian Kabupaten Paser terhadap kliennya.

Di sekujur tubuh kliennya terdapat bukti penganiayaan fisik dan fsikis.

Keganjilan dalam kasus ini, kata Zainal, barang bukti parang milik Koyen. Saat ditangkap parang yang dibawa Koyen tidak ada bercak darah, belakangan di persidangan di sarung dan parang itu sudah berlumuran darah.

Padahal, Koyen ditangkap sepuluh hari setelah kejadian.

Kemudian, setelah vonis perkara di Pengadilan (PN) Negeri Paser orangtua tersangka Arianto, Taufiqurahman bertemu dengan Ti, teman anaknya yang mengaku mengetahui peristiwa pembunuhan itu.
 
Kepada orangtua Arianto, Ti berkata,"Kasihan Arianto, dia tidak terlibat, Pak" . Taufiq lalu bertanya, "Siapa pelakunya? Dijawab Ti, "Pelakunya adalah Ah dan Ij.”


Setelah mendapat informasi itu, pada 24 Februari, Taufiq berangkat ke Polres melaporkan kasus tersebut. Namun, ia justru diminta menangkap sendiri pelaku yang dimaksud.
Dugaan rekayasa kasus ini menguat Juni 2010. Kala itu Taufik mengundang Ti, Ah, Ma, dan Ij ke rumahnya untuk mengklarifikasi kasus ini. Keempat orang tersebut mengakui telah melakukan perampokan dan pembunuhan terhadap Rahel. Pengakuan empat orang ini sempat direkam oleh adik tersangka Arianto bernama Nuryani.

“Sampai sekarang rekaman itu masih tersimpan. Dan pernah kami berikan ke Propam Polda Kaltim. Walaupun gambarnya tidak jelas, namun suara percakapan dalam bahasa daerah itu  sangat jelas terdengar," imbuhnya.

Dari kronologi itu, Zainal yakin telah terjadi rekayasa perkara perampokan dan pembunuhan oleh para penyidik kepolisian dan pembuatan BAP palsu. Ia meminta kasus ini dibuka kembali dengan memeriksa bukti dan saksi baru yang telah diberikan Taufiq.

Zainal menuturkan, karena menolak mengaku tuduhan, kliennya kerap mengalami penyiksaan. Penyiksaan pertama kali dialami kliennya pada 17 Februari 2009 oleh seorang oknum polisi berinisial RB dan MA. Keduanya memukul seluruh bagian tubuh kliennya untuk memaksa dia mengakui perbuatannya. Dua hari kemudian, dilakukan penyiksaan lagi oleh polisi bernisial ER.

Keempat tersangka bahkan pernah dikeroyok di ruangan tertutup. "Mereka sekarang cacat. Ada tulang rusuknya patah, tulang hidung patah. Beberapa bentuk penyiksaan membuat kami iba," katanya.

Ia mengatakan, kliennya hingga kini masih mengingat oknum kepolisian yang telah melakukan penyiksaan.

Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Antonius Wisnu menerangkan, vonis hukuman disiplin telah dijatuhkan pada dua anggota polisi, satu anggota Polsek Paser Balengkong, satu lagi bertugas di Polres Paser.

Kedua anggota disangka tidak memberikan pelindungan pengayoman dan pelayanan pada masyarakat, yakni melakukan tindakan fisik pada tersangka. "Anggota  menjalani hukuman penempatan khusus, kurungan 3 hari  sejak 23-25 Agustus 2011," jawab Wisnu.

Soal adanya dugaan salah tangkap pada kasus tersebut, Wisnu belum mau berkomentar banyak. "Kasus ini ditangani Polres Paser, saya himpun dulu bagaimana perkembangan kasusnya," urainya. (ri/*/aim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bawa Uang Rp 15 Juta, Mahasiswi Dijambret


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler