Politikus PDIP: Presiden Harus Tegas, Partai tak Sejalan Harus Keluar Kabinet

Jumat, 14 Juli 2017 – 12:59 WIB
Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat TB Hasanuddin. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Isu perombakan kabinet muncul lagi. Walaupun reshuffle memang hak prerogatif presiden, tapi beberapa pandangan dan analisa soal reshuffle Kabinet Kerja sudah menjadi santapan publik.

Politikus PDI Perjuangan Tubagus Hasanuddin menilai wacana reshufle kali ini harus dibaca pemerintah sebagai bagian dari proses dan persiapan Pilpres 2019.

BACA JUGA: Pengamat: Darmin Nasution dan Sri Mulyani Cukup Sampai di Sini

Tentu saja, kata dia, kegagalan dalam membuat keputusan akan berpengaruh terhadap konstelasi politik dan kemenangan dalam pilpres yang akan datang.

Menurut TB Hasanuddin, konstelasi politik di 2019 tidak akan jauh beda dengan peta politik di 2014. Dua kekuatan pada Pilpres 2014, antara pendukung Joko Widodo dan Prabowo Subianto, akan tetap menggumpal dan mengkristal pada Pilpres 2019.

BACA JUGA: Punya Kemampuan Mumpuni, Bang Yos Layak Jadi Menteri

Sedikit beda, adalah dukungan Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang semula menjadi pilar Koalisi Merah Putih (KMP) dalam mendukung Prabowo, dan kini sudah masuk dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Peta kekuatan yang hampir tak berubah ini, kata TB Hasanuddin, sangat jelas terlihat dari komposisi setiap pengambilan keputusan di lembaga legislatif. Terakhir misalnya, dalam persoalan pro dan kontra terhadap Perppu nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas.

BACA JUGA: Pak JK Tak Mau Ikut Campur Urusan Reshuffle

"Dalam persoalan ini tetap ada kekuatan di Senayan, dengan satu pihak adalah PDI Perjuangan, Partai Golkar, PKB, Hanura, Nasdem dan PPP, dan pihak lain adalah PKS, Gerindra, PAN dan Demokrat," kata Hasanuddin, Jumat (14/7).

Dia menambahkan, suasana serupa juga tampak jelas dalam pilkada DKI Jakarta dan pilkada serentak 2017. Peta politik dan aroma dalam pilkada ini benar-benar menggambarkan dan mencerminkan secara nyata antara kekuatan KMP dan KIH.

Bahkan juga misalnya, dalam hal rencana pemindahan ibu kota, PAN, yang masuk dalam kabinet, jelas tidak mendukung rencana besar pemerintahan Jokowi.

"Maka orang awam pun akan menyimpulkan bahwa pilpres 2019 akan tetap menjadi pertarungan dua kubu yaitu KIH plus versus KMP minus. KIH Plus artinya, plus Golkar dan PPP," papar Hasanuddin.

Wakil Ketua Komisi I DPR ini mengingatkan lagi bahwa reshuffle kali ini sangat menentukan. Presiden Joko Widodo harus benar-benar menggunakan momentum reshuffle ini sebagai upaya konsolidasi. Presiden Joko Widodo harus tegas, dan partai-partai yang tidak sejalan dengan kebijakannya serta tak setia dalam setiap pengambilan keputusan tidak perlu ada lagi dalam format kabinet.

"Daripada jadi duri dalam daging, mending terus terang saja membuat garis siapa yang akan dihadapi dalam Pilpres 2019. Reshuffle ini harus dilakukan bulan Juli ini, atau tidak sama sekali," tegas TB Hasanuddin.

Dia menambahkan bahwa kabinet hasil reshuffle nanti harus menjadi kabinet yang solid serta komitmen membuat program-program yang prorakyat. Sementara komposisi kabinet sendiri harus mewujudkan komposisi yang benar-benar proporsional.

"Di saat yang sama, Presiden Joko Widodo harus memilih berdasarkan kesetiaan dan loyalitas," pungkas mantan Sekretaris Militer Kepresidenan itu. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingat, Presiden Jokowi Pasti Sudah Punya Rapor Kinerja Jenderal Gatot


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler