jpnn.com, JOMBANG - Dewan Kehormatan Ikatan Cendekiawan Musim Indonesia (ICMI) Fuad Amsyari menjelaskan, dalam Islam, politik menempati peran yang cukup penting.
Dalam politik, sebut dia, Islam juga menjadi pijakan utama.
BACA JUGA: Yakinlah Pemilih sudah Muak dengan Isu Politisasi Agama
“Yang menjadi pertanyaan selama ini adalah apakah di dalam Islam terdapat politik dan mengajarkan politik,” ujar Fuad dalam seminar nasional bertajuk Mencari Kesepakatan Tentang Makna Politisasi Agama yang digelar di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Minggu (4/3).
Dalam Islam, jelas Fuad, antara agama dan politik terdapat sebuah perbedaan pendapat dalam memahami sumbernya, yaitu Alquran dan Sunnah.
Terlepas dari pro dan kontra antara yang sepakat dan tidak, lanjut Fuad, Islam tidak bisa lepas dari sebuah tatanan kehidupan bernegara.
“Tugas kita sebagai umat Islam mengidentifikasi apakah di dalam Islam ada politiknya apa tidak. Menurut saya, justru melalui proses politiklah rasul menjadi kepala negara Madinah. Hal ini sudah menjelaskan kalau memang memberikan ajaran politik,” tambah Fuad.
Dia menambahkan, bagi Islam tidak ada batas antara agama dan politik. Sebab, politik adalah bagian integratif dari ajaran agama Islam.
Namun, yang terlarang dalam agama Islam adalah politisasi agama dalam makna memanfaatkan simbol agama dalam berpolitik.
Padahal, tujuan dan aktivitas berpolitiknya tidak terkait sama sekali dengan tuntunan politik agama.
“Mengelabui orang yang beragama untuk kepentingan politik itulah politisasi agama dalam pandangan Islam," sebut Fuad.
Sementara itu, Guru Besar Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya Masdar Hilmy mengatakan, ada kapitalisasi agama dalam rezim demokrasi saat ini.
“Coba lihat nanti gerakan 212 itu ujungnya seperti apa? Enam sampai tujuh juta orang dengan kekuatan yang luar biasa, bila kita jaga sedemikian rupa supaya terhindar dari politisasi itu adalah sesuatu yang sangat sulit," sebut Masdar. (jos/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ragil