jpnn.com, JAKARTA - Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menilai upaya pembubaran paksa yang dilakukan Polri sebanyak 1.731 kerumunan sebagai langkah implementasi pembatasan sosial. Dia menilai langkah itu masih dalam koridor hukum mengingat masih banyaknya masyarakat tidak menerapkan imbauan pembatasan sosial oleh pemerintah.
"Implementasi respons Covid-19, salah satu unsurnya adalah mekanisme pembatasan sosial, yaitu penjagaan jarak fisik ketika di tempat umum (physical distancing), kerja dari rumah, belajar dari rumah dan ibadah di rumah. Presiden Joko Widodo secara tegas dan berulang telah menyampaikan ini kepada kelembagaan Gugus Tugas Percepatanan Penanganan Covid 19," kata Fadjroel dalam keterangan yang diterima, Jumat (27/3).
BACA JUGA: AS Sudah Jadi Negeri dengan Kasus Corona Terbanyak di Dunia
Dia menambahkan, pada konteks negara demokrasi seperti Indonesia, partisipasi warga menjadi kunci utama meraih kesuksesan dari tujuan sistem. Pembatasan sosial merupakan mekanisme yang bertujuan memotong persebaran virus.
Komisaris Utama Adhi Karya ini menilai sebagian masyarakat masih belum menciptakan partisipasi ideal terkait mekanisme pembatasan sosial. Secara kelembagaan negara demokrasi, sistem yang telah dibangun dalam konteks penanganan krisis, memiliki kewenangan untuk mendisiplinkan atau menciptakan tindakan tegas demi kepentingan dan kebaikan umum.
BACA JUGA: Gegara Lockdown Corona, Jutaan Warga Amerika Jadi Pengangguran
"Oleh karenanya, Polri sebagai bagian dari sistem Gugas Tugas Covid 19, mengeluarkan Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona yang ditandatangani Jenderal Idham Azis pada 19 Maret 2020," kata dia.
Ada sejumlah dasar hukum bagi polisi melakukan tindakan tegas membubarkan kerumunan, yaitu Pasal 212, Pasal 214, Pasal 216 ayat 1, dan Pasal 218 KUHP. Pasal 212 KUHP dapat digunakan terhadap mereka yang melakukan upaya perlawanan saat dibubarkan oleh Polri.
BACA JUGA: Operasi Kemanusiaan, Tiongkok Kirim Bantuan ke 89 Negara Terdampak Virus Corona
Pasal 214 diperuntukkan bagi mereka yang melakukan perlawanan dan terdiri dari dua orang atau lebih. Sementara untuk Pasal 216 ayat 1 dan Pasal 218 dapat dipakai untuk mereka yang tidak menaati imbauan Polri namun tidak melakukan perlawanan.
Kerumunan massa yang dimaksud dijabarkan dalam poin nomor 2 Maklumat Polri ini termasuk pertemuan sosial, budaya, keagamaan dan aliran kepercayaan dalam bentuk seminar, lokakarya, sarasehan, atau semacamnya. Selain itu juga kegiatan konser musik, olahraga, kesenian, jasa hiburan, unjuk rasa, pawai, karnaval, serta kegiatan lainnya.
"Berdasarkan maklumat tersebut, Polri menindak tegas aktivitas massa dan kerumunan. Sampai pada Kamis, 26 Maret 2020 telah dilakukan 1.731 kali pembubaran massa dan kerumunan. Pendekatan tindakan tegas Polri sampai saat ini masih dalam tingkat sangat demokratis, yaitu dialog dan ajakan," kata dia. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga