Polri Cuek Irjen Djoko Poligami

Minggu, 17 Februari 2013 – 05:07 WIB
JAKARTA - Mabes Polri belum mengambil sikap terkait kabar Irjen Djoko Susilo berpoligami. Walaupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah berulangkali memeriksa Dipta Anindita yang diduga sebagai istri keduanya, Polri tetap pasif.
   
“Kami belum bertemu yang bersangkutan sehingga informasinya belum akurat. Jadi kita tidak bisa menentukan dulu apakah benar poligami atau tidak,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar, Sabtu (16/2).
   
Secara normatif, menurut Boy, seorang anggota Polri tidak diperkenankan melakukan poligami. “Ada aturannya. Termasuk dalam kode etik kepolisian,” kata alumnus Akpol 1988 ini.
   
Namun, lanjut Boy, hingga kemarin belum ada pengaduan apapun dari keluarga Djoko. Baik dari istrinya Suratmi maupun dari anggota keluarga yang lain. “Jadi kami juga belum melakukan langkah apapun,” kata jenderal bintang satu itu.
   
Djoko Susilo kini masih mendekam di rumah tahanan titipan KPK di Guntur, milik Pomdam Jaya. KPK sudah menyita beragam aset Djoko, termasuk rumahnya di Solo dan Semarang. Djoko juga diketahui punya rumah di Leuwinanggung, Tapos, Depok, atas nama istrinya Suratmi. Sejak ditetapkan sebagai tersangka, rumah itu dibiarkan kosong dan tertutup.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disetor ke KPK, Djoko mengaku memiliki harga Rp 5,62 miliar. Rinciannya, harta tak bergerak Rp 4,6 miliar. Harga bergerak Rp 775 juta. Giro atau setara kas Rp 237 juta. Hartga yang dilaporkan Djoko di antaranya tanah dan bangunan di bilangan Jakarta Selatan dan mobil Toyota Innova yang di¬beli 2005. Kemudian lo¬gam mulia, batu mulia, serta barang antik senilai Rp 500 juta.

Laporan kekayaan ini disam¬pai¬kan pada 20 Juli 2010 saat Djoko masih menjabat Kakor¬lantas Polri. Setelah dicopot dari posisi orang nomor satu di Korps Lantas itu, Djoko tak pernah lagi melaporkan kekayaannya kepada KPK.

Di tempat terpisah, pengajar dan guru besar program Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia Dr Bambang Widodo Umar menyayangkan sikap Polri yang memilih pasif. “Seharusnya bisa dilacak dan jika memang benar tentu ada mekanisme hukumannya,” kata Bambang.

Purnawirawan Kombes itu menilai tindakan poligami yang dilakukan personel kepolisian tidak patut dan melanggar etika. “Jika memang benar, pengawasan internal korps sangat lemah. Sebab, seorang jenderal bintang dua saja bisa lolos pantauan, bagaimana dengan pangkat-pangkat di bawahnya,” katanya.

Sejauh ini pihak Djoko memang belum mengonfirmasi status Dipta. Buku nikah yang ditemukan KPK pun berbeda nama. Djoko di buku itu tertulis dengan J dan bukan Dj. Selain itu, tahun lahirnya juga 1970 padahal Djoko lahir tahun 1960. (rdl/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perkindo Bakal Bantu Biaya Medis TKI di Malaysia

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler