Polri Diyakini Bisa Ciptakan Suasana Damai Jelang Pilpres

Kamis, 25 Oktober 2018 – 01:31 WIB
diskusi dengan tema Political Power Mapping menuju 2019 di Jakarta, Rabu (22/10). Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti senior dari Network for South East Asian Studies (NSEAS) Muchtar Effendi Harahap mengatakan, peta politik kekuasaan setelah Pilpres 2014 terbagi menjadi dua poros.

Yakni, poros pendukung pemerintah yang dipimpin PDI Perjuangan dan oposisi yang digalang Partai Gerindra.

BACA JUGA: TKN Pertimbangkan Seret Waketum Gerindra ke Proses Hukum

“Konflik terbuka pertama antara dua kekuatan ini saat Pilkada DKI 2017 antara kelompok Islam politik dan calon dukungan penguasa di satu sisi bersama jejaring politiknya,” kata Muchtar dalam diskusi dengan tema Political Power Mapping menuju 2019 di Jakarta, Rabu (22/10).

Menurut dia, jelang Pemilu 2019 muncul fenomena anticalon patahana.

BACA JUGA: Target Partisipasi Pemilih di Pilpres 2019 Sulit Tercapai

Yakni kekuatan oposisi rakyat yang kecewa akibatnya gesekan di tingkat masyarakat membesar.

Namun, kata Muchtar, fenomena itu masih di ranah media sosial dan belum meluas menjadi konflik terbuka akibat perbedaan pilihan politik. 

BACA JUGA: Temui Warga Pecinan, Sandi Bawa-bawa Nama Kwik Kian Gie

"Saya percaya sekeras apa pun perseteruan warga di media sosial atau kegaduhan yang diciptakan di media mainstream tidak akan meluas menjadi konflik horisontal,” kata Muchtar.

Dia mencontohkan pemberitaan di media pada Pilkada DKI 2017 lalu. Menurut dia, hal yang ada di media tidak berlaku di dunia nyata.

“Rakyat baik-baik saja, aman, dan damai. Seluruh tahapan proses pilkada hingga pada Pemilu 2019 nanti sepertinya akan tetap aman,” kata Muchtar.

Menurut dia, Polri harus mampu menghadirkan keamanan nasional dan ketertiban sosial politik.

"Saya masih percaya aparat mampu menciptakan situasi aman itu dan telah beberapa kali terbukti bahwa rakyat makin cerdas dan tak mudah terprovokasi dengan berbagai isu hoaks,” tegas Muchtar.

Sementara itu, analis media Toha Almansur mengatakan, pertarungan keras antara Jokowi dan Prabowo jilid kedua memang sangat tajam di media mainstream maupun media sosial.

Namun, realitas di lapangan justru berbanding terbalik. Menurut dia, tidak ada pertarungan di tingkat bawah.

"Meski tensi tinggi di media, rakyat di tingkat bawah adem-adem saja tak banyak menimbulkan gesekan,” kata Toha.

Dia juga menyinggung pembakaran bendera bertuliskan tauhid yang dilakukan oknum Banser di Jawa Barat.

“Saya masih yakin tak banyak berpengaruh atau menimbulkan konflik luas di masyarakat,” kata Toha. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Konon Eks Anggota HTI Ogah Pilih Jokowi


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler