jpnn.com, JAKARTA - Poltracking Indonesia mengungkap soal inkonsistensi yang disampaikan Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) baik dalam sidang maupun disampaikan ke publik. Persepi dinilai banyak mengungkap narasi yang berbeda dan tidak sesuai dengan proses sidang.
Poltracking Indonesia menyatakan bahwa pengungkapan fakta ini adalah respons langsung terhadap tudingan yang dilontarkan oleh Dewan Etik Persepi.
BACA JUGA: Poltracking Indonesia Jadi Lembaga Paling Akurat Berkat 5 Lapis Verifikasi Data
Fakta tersebut diungkap melalui video yang ditayangkan channel YouTube Poltracking Indonesia melalui link https://www.youtube.com/watch?v=pNhqJqbFl6w&t=259s pada Minggu, 17 November 2024.
"Kami menjawab tudingan serius yang dilakukan Dewan Etik, Ketua sekaligus Pengurus Persepi pada konferensi pers 9 November 2024 lalu," ujar Direktur Komunikasi Poltracking Indonesia, M. Aditya Pranata dalam channel Poltracking Indonesia.
BACA JUGA: Asosiasi Lembaga Survei Presisi Sambut Poltracking Indonesia jadi Anggota Baru
Dalam sesi pengungkapan ini, Poltracking memaparkan bahwa ketidakadilan terjadi sejak tahap awal.
Surat panggilan yang diterima Poltracking ternyata tidak pernah dikirimkan kepada lembaga lain dengan hasil survei serupa. Pihaknya telah mengikuti seluruh proses pemeriksaan dengan sikap kooperatif.
BACA JUGA: Nurdin Halid Sebut Poltracking Mengutamakan Objektivitas & Kejujuran
“Kami juga mengikuti semua proses pemeriksaan, kita sangat kooperatif mengikuti semua alur yang diinginkan Persepi,” tambah Yoki Alvetro, peneliti Poltracking.
Poltracking membeberkan bahwa Dewan Etik menunjukkan inkonsistensi besar dalam menyampaikan informasi terkait pergantian Primary Sampling Unit (PSU) oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Dalam pertemuan awal, anggota Dewan Etik, Hamdi Muluk, menyatakan bahwa terdapat 60 pergantian PSU pada survei LSI. Namun, saat disampaikan kepada publik, informasi tersebut berubah menjadi hanya satu pergantian PSU.
"Dalam pertemuan pertama jelas disampaikan oleh pengurus harian Persepi dan di-iya-kan oleh dewan etik soal penggantian 60 (50%) PSU LSI," kata Masduri Amrawi.
Inkonsistensi ini, sambungnya, menunjukkan kurangnya transparansi Dewan Etik dalam menyampaikan informasi kepada publik.
Dewan Etik dianggap salah menangkap informasi yang disampaikan dengan menuduh Poltracking telah menghapus keseluruhan dashboard hasil survei. Namun tudingan ini dibantah keras oleh pihak Poltracking.
Masduri dengan tegas membantah pernyataan Dewan Etik Persepi Prof. Hamdi Muluk dalam podcast Total Politik yang mengaku tidak bisa melakukan pemeriksaan karena Poltracking sudah menghapus seluruh data
Menurutnya, tidak ada data yang dihapus oleh Poltracking. Sedianya, pihak Poltracking memastikan bahwa dashboard survei telah dikembalikan seperti semula dan siap untuk diperiksa. Namun, tidak ada konfirmasi lanjutan dari Persepi setelah memberikan data set kedua.
"Kami tegaskan, sekaligus kami mengklarifikasi bahwa tidak pernah ada penghapusan data apapun pada dashboard survei Poltracking," ujarnya.
Hal janggal lainnya ialah Dewan Etik Persepi kemudian menyatakan tidak bisa menilai atau memverifikasi data Poltracking, tetapi tetap menjatuhkan sanksi kepada lembaga survei ini.
Keputusan tersebut menjadi anomali besar karena sanksi dijatuhkan tanpa adanya bukti pelanggaran yang jelas.
Yoki Alvetro menyampaikan komitmen Poltracking untuk terus menjaga kredibilitas dan integritas dalam menjalankan survei.
Poltracking Indonesia telah menjadi referensi utama publik dalam proses demokrasi dan pengambilan kebijakan penting.
"Poltracking Indonesia akan terus menghasilkan riset-riset yang kredibel sesuai apa yang kami jalani selama 12 tahun ini. Kami akan terus mewarnai demokrasi dengan survei-survei yang akurat,” pungkas Yoki. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi