Porsi DBH Migas Tanpa Dasar Kajian Ekonomi

Kamis, 16 Februari 2012 – 08:59 WIB

JAKARTA- Penentuan porsi dana bagi hasil minyak dan gas (DBH Migas) dalam UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, akhirnya resmi diakui bukan didasari pertimbangan ekonomi, serta tanpa lewat kajian akademik yang memadai.  Penentuannya lebih didasari kepentingan politik, hukum dan ketatanegaraan.

Hal ini diperparah dengan pengkajian porsi DBH migas, yang waktunya sangat singkat tak lebih dari dua bulan. "Saya ingat betul kejadiannya itu Mei tahun 1999. Karena waktunya singkat ditambah under pressure, kita hanya gunakan simulasi akademik tapi bisa dipertanggungjawabkan. Yang memutuskan besarannya adalah mereka (pemerintah dan DPR RI)," kata Robert Simanjuntak.

Robert adalah saksi ahli pemerintah dalam persidangan lanjutan gugatan uji materiil (judicial review) di Mahkamah Konstitusi, yang diajukan Majelis Rakyat Kalimantan Timur Bersatu (MRKTB), Rabu (15/2).

Jawaban Robert muncul untuk  menjawab pertanyaan Ketua MK Mahfud MD, soal latar belakang penentuan porsi DBH migas. Mahfud tertarik mengajukan pertanyaan setelah pihak pengacara MRKTB mempertanyakan konsistensi keterangan saksi ahli pemerintah sebelumnya, Mahfud Sidik.

Disebutkan, sebelum membawa masalah ini ke MK, pihak pemohon sempat mempertanyakan alasan pemerintah mengeluarkan porsi DBH minyak sebesar 84,5 persen bagian pemerintah 15,5 persen daerah penghasil, dan 69,5 persen bagian pemerintah dan 30,5 persen daerah penghasil untuk gas.

Mahfud Sidik ditanya karena dia adalah salah satu tim perumus UU No 33 sama seperti Robert. "Kata Pak Mahfud Sidik, angkanya datang dari langit tanpa pijakan akademik. Sehingga perlu diurai angka yang adil itu berapa. Kenapa untuk Aceh dan Papua DBH-nya bisa sampai tujuh puluh persen," tanya pengacara pemohon, Wakil Kamal.

Menariknya, saksi ahli pemerintah yang kemarin didengar keterangannya, Eddy Suratman justru mendukung pertanyaan Wakil Kamal. Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura, Pontianak ini, mengaku cemburu hanya Papua dan Aceh yang diberi porsi DBH migas sebanyak itu, sementara provinsi lain yang juga penghasil migas, bagiannya sama dengan daerah nonpengahasil migas.  (pra/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bukit Asam Bidik Produksi 12,2 Juta Ton


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler