JAKARTA - Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, makin disinyalir menjadi pusat perekrutan para "pengantin" bom. Terbukti, pelaku bom bunuh diri di mapolres Poso bukanlah warga Poso, melainkan pendatang dari Jawa, tepatnya Lamongan. Meski begitu, Mabes Polri masih kesulitan mengurai jarimngan yang ada di kabupaten tersebut.
Yang bisa dipastikan Densus 88 saat ini baru sebatas hubungan antara pelaku sekaligus korban bom bunuh diri, Zainul Arifin, dengan kelompok Santoso. "Korban disiapkan menjadi pengantin di lokasi dan tempat yang sudah ditentukan," terang Kabagpenum Mabes Polri Kombespol Agus Rianto di kantornya kemarin.
Keterangan itu diperoleh dari Amir, terduga teroris poso yang diringkus aparat baru-baru ini. Amir menyebut jika Zainul merupakan kader Santoso. Meski begitu, belum terungkap apakah ada peran khusus pria 34 tahun itu dalam kelompok yang kini tengah diburu polisi itu.
Nama Zainul muncul setelah ibunya, Zumanah, melapor sebagai orang tua jenazah pelaku bom yang disimpan di RS Bhayangkara Palu. Setelah dites DNA, hasilnya cocok. Pelaku bom bunuh diri itu pun dipastikan Zainul.
Sehari-harinya, Zainul yang bekerja sebagai kuli angkut ikan nyantri di sebuah pesantren tidak jauh dari kediamannya. "Istrinya bernama Fatimah, 23 tahun, bekerja sebagai guru TK," lanjut mantan Kabidhumas Polda Papua itu. Sampai saat ini, polisi masih menginterogasi Amir untuk mengetahui aktivitas Zainul dalam kelompok Santoso.
Sementara itu, kapolri Jenderal Timur Pradopo mengatakan, pihaknya belum memandang Poso sebagai basis rekrutmen teroris. "Saya kira (penyelidikan) kami belum sampai ke situ," ujarnya saat ditemui di gedung DPT/MPR kemarin.
Meski begitu, dia mengakui jika Poso memang memiliki banyak masalah terutama terkait dengan teroris. Timur juga menilai Poso memiliki daya tarik tersendiri bagi kelompok teroris karena daerahnya yang berbukit-bukit. Dia mengatakan, masih akan mengevaluasi kondisi terakhir di Poso.
Permasalahan terorisme di Poso dikatakan Timur sudah membawa banyak korban. Tidak hanya dari masyarakat, namun anggota polri sendiri juga banyak yang tewas saat berjibaku melawan terduga teroris. "Tapi, itu (kematian petugas) tidak boleh jadi landasan untuk penegakan hukum," terang alumnus Akpol 1978 itu.
Saat ini, polisi makin hat-hati dalam menangani kasus terorisme di Poso. Sebisa mungkin jangan sampai ada nyawa lagi yang melayang. Timur membantah saat dikatakan jika keamanan Poso tanggung jawab penuh polisi. "memang polisi yang tanggung jawab, tapi masyarakat harus juga menjadi bagian dari hal itu. termasuk pemda," tuturnya.
Jika masyarakat lebih proaktif membantu polisi, maka penyergapan tidak akan sampai membuat nyawa melayang. Jika terduga teroris bisa ditangkap dalam keadaan hidup, polisi bisa lebih mudah mengungkap jaringan di atasnya. (byu)
Yang bisa dipastikan Densus 88 saat ini baru sebatas hubungan antara pelaku sekaligus korban bom bunuh diri, Zainul Arifin, dengan kelompok Santoso. "Korban disiapkan menjadi pengantin di lokasi dan tempat yang sudah ditentukan," terang Kabagpenum Mabes Polri Kombespol Agus Rianto di kantornya kemarin.
Keterangan itu diperoleh dari Amir, terduga teroris poso yang diringkus aparat baru-baru ini. Amir menyebut jika Zainul merupakan kader Santoso. Meski begitu, belum terungkap apakah ada peran khusus pria 34 tahun itu dalam kelompok yang kini tengah diburu polisi itu.
Nama Zainul muncul setelah ibunya, Zumanah, melapor sebagai orang tua jenazah pelaku bom yang disimpan di RS Bhayangkara Palu. Setelah dites DNA, hasilnya cocok. Pelaku bom bunuh diri itu pun dipastikan Zainul.
Sehari-harinya, Zainul yang bekerja sebagai kuli angkut ikan nyantri di sebuah pesantren tidak jauh dari kediamannya. "Istrinya bernama Fatimah, 23 tahun, bekerja sebagai guru TK," lanjut mantan Kabidhumas Polda Papua itu. Sampai saat ini, polisi masih menginterogasi Amir untuk mengetahui aktivitas Zainul dalam kelompok Santoso.
Sementara itu, kapolri Jenderal Timur Pradopo mengatakan, pihaknya belum memandang Poso sebagai basis rekrutmen teroris. "Saya kira (penyelidikan) kami belum sampai ke situ," ujarnya saat ditemui di gedung DPT/MPR kemarin.
Meski begitu, dia mengakui jika Poso memang memiliki banyak masalah terutama terkait dengan teroris. Timur juga menilai Poso memiliki daya tarik tersendiri bagi kelompok teroris karena daerahnya yang berbukit-bukit. Dia mengatakan, masih akan mengevaluasi kondisi terakhir di Poso.
Permasalahan terorisme di Poso dikatakan Timur sudah membawa banyak korban. Tidak hanya dari masyarakat, namun anggota polri sendiri juga banyak yang tewas saat berjibaku melawan terduga teroris. "Tapi, itu (kematian petugas) tidak boleh jadi landasan untuk penegakan hukum," terang alumnus Akpol 1978 itu.
Saat ini, polisi makin hat-hati dalam menangani kasus terorisme di Poso. Sebisa mungkin jangan sampai ada nyawa lagi yang melayang. Timur membantah saat dikatakan jika keamanan Poso tanggung jawab penuh polisi. "memang polisi yang tanggung jawab, tapi masyarakat harus juga menjadi bagian dari hal itu. termasuk pemda," tuturnya.
Jika masyarakat lebih proaktif membantu polisi, maka penyergapan tidak akan sampai membuat nyawa melayang. Jika terduga teroris bisa ditangkap dalam keadaan hidup, polisi bisa lebih mudah mengungkap jaringan di atasnya. (byu)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemda Harus Punya Data Kiprah Ormas
Redaktur : Tim Redaksi