PP Dianggap Halangi Penyidik Menetap di KPK

Jumat, 14 Desember 2012 – 01:10 WIB
JAKARTA - Akhirnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto mengungkapkan isi hatinya setelah Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Pemerintah RI Nomor 103 Tahun 2012 tentang Sistem Managemen SDM KPK. Peraturan ini adalah revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 yang sempat menjadi perdebatan.

Mirip dengan keluhan terdahulu, Bambang yang selalu vokal itu menginginkan agar penyidik dan pegawai KPK diberi kewenangan untuk memilih pekerjaan yang ingin dilakukan. Dalam hal ini, mereka bisa memilih menetap di KPK atau kembali ke institusi awal setelah masa tugas selesai.

"Pegawai itu punya hak konstitusional untuk bekerja di tempat yang ia sukai. Ketika mereka ingin menjadi pegawai di KPK dari instansi awal itu tidak ada paksaan dari kami  dan ketika mereka nanti mau kembali, KPK tidak akan memberatkan mereka. Nah seharusnya juga begitu," ujar Bambang di kantornya, Jakarta, Kamis (13/12).

Ia berharap instansi awal mengikhlaskan jika ada pegawainya berkeinginan menetap di KPK. Menurutnya, hal itu penting untuk jangka panjang kinerja KPK ke depan. Apalagi, sejumlah kasus korupsi besar seperti proyek Hambalang, simulator SIM dan skandal Century sedang dikerjakan lembaga antikorupsi itu.
Bambang mencontohkan, jika KPK diberikan 500 orang dari Polri, tentu kepolisian tidak akan sampai kolaps.
Berbeda dengan yang terjadi pada KPK saat ini. Lembaga pimpinan Abraham Samad tersebut memiliki 88 penyidik. Kini hanya tinggal 35 penyidik, karena sebagiannya tidak diperpanjang masa tugas oleh Polri. Ada juga yang memilih mundur demi mengejar karier di kepolisian.

"Ada yang baru satu tahun sudah diambil. Undang-Undang mengatakan pasal 39 ayat 3  bekerja empat tahun baru diberhentikan sementara. Ada yang begitu juga dan itu cukup banyak yg seperti itu. Kalau yang sudah empat tahun dan dia mau kembali ke kepolisian enggak ada yang dihalangi," paparnya.

KPK, kata Bambang, sebenarnya menginginkan aturan yang sama. Jika ada yang ingin menetap, sebaiknya tidak dihalang-halangi. Namun, sejauh ini dalam PP baru diatur, jika ada pegawai maupun penyidik ingin beralih status menjadi karyawan tetap harus mendapat izin kepala institusi awalnya. Oleh karena itu, Bambang mengungkapkan, pihaknya akan memulai merekrut penyidik lagi tahun depan. Dibanding menunggu jika tidak ada pegawai yang diperpanjang masa jabatannya. Perekrutan bisa dilakukan dari penyidik nonpolisi dan kalangan profesional.

Seharusnya, sejak dulu KPK sudah mendapat kesempatan merekrut sendiri, sehingga tidak perlu mengalami hal demikian.
Saat ini, sebagian penyidik independen yang direkrut KPK, kata dia, sedang dalam masa training dan percobaan kerja.

"Kita harus berpikir strategis untuk kemashalatan yang mendasar. Kan kita sepakat untuk memberantas korupsi. Jangan sampai kemudian seolah-olah membantu tapi  malah mengembosi. Itu kan enggak boleh," kata Bambang.

Lalu, bagaimana nasib 30 penyidik yang diajukan Polri untuk ditempatkan di KPK? Bambang mengaku, jumlah tersebut kurang, karena tidak semua dapat dipilih KPK. Pihaknya melakukan seleksi ketat soal penyidik independen.

"Kalau kirim, harus jelas dari awal. Harus ada pernyataan bahwa dia bekerja empat tahun," tegasnya.

Bambang juga mengingatkan Polri dan institusi lain, agar selektif memberikan pegawai dan penyidik yang berkompeten. Ia tidak ingin kasus yang menimpa Kompol Novel Baswedan terulang lagi pada penyidik lain. Novel adalah penyidik kasus dugaan korupsi simulator SIM, yang dituduh melakukan tindak pidana umum, pembunuhan. Ia dituduh menembak dua pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu hingga tewas terluka.

"Jangan sampai begitu ada di KPK muncullah kasus atau dimunculkan kasus yang kebenarannya masih dipertanyakan. Itu enggak beres seperti itu. KPK sedang berpikir, cobalah seluruh persyaratan itu dipenuhi dulu," pungkas Bambang. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Arab Saudi Tak Setujui Pendirian Kampung Indonesia

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler