JAKARTA - Koordinator Advokasi Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Uchok Sky Khadafi menilai 2000 transaksi mencurigakan hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) sebenarnya terlalu sedikit. Sebab, PPATK semestinya tak hanya memelototi transaksi keuangan pejabat publik saja.
"Jumlah tersebut sesungguhnya sangat sedikit karena dari sisi penggunaan anggaran, PPATK itu mengerahkan anggarannya untuk membongkar pencucian uang terorisme, bukan untuk membongkar transaksi mencurigakan pejabat publik," kata Uchok di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (23/2).
Dipaparkannya, pada APBN 2011 saja PPATK mendapat alokasi anggaran sebesar Rp97,9 miliar. Namun hanya Rp1,5 miliar saja yang digunakan untuk membongkar transaksi pejabat publik. Sedangkan untuk membongkar transaksi pencucian uang terkait terorisme, menghabiskan sekitar Rp14,9 miliar.
Demikian juga halnya dengan penggunaan anggaran PPATK tahun 2012. "Dari total anggaran PPATK sebesar Rp79,1 miliar, alokasi untuk membongkar transaksi mencurigakan pejabat publik dialokasikan sebesar Rp2,2 miliar sementara untuk membongkar transaksi pencucian uang teroris naik menjadi Rp16,9 miliar," bebernya.
Mencermati alur anggaran PPATK itu, lanjut Uchok, sangat jelas bahwa lembaga yang pernah dipimpin Yunus Husein itu tidak menjadikan pengungkapan transaksi mencurigakan para pejabat sebagai prioritas. "Dan itu sangat bertentangan dengan aspirasi masyarakat yang sudah muak dengan cara-cara pejabat publik dalam mendapatkan harta-kekayaannya."
Ditegaskannya pula, anggaran PPATK untuk membongkar transaksi mencurigakan pejabat publik dan money laundry terorisme masih jauh di bawah anggaran Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). "UKP4 itu hanya satu unit kerja yang tidak begitu penting dibiayai dengan APBN sebesar Rp72 miliar lebih. Sementara PPATK yang harus memantau jutaan transaksi setiap hari harus bekerja dengan anggaran yang sangat minim," tegasnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pelaku Pembunuhan di RSPAD Berkeliaran
Redaktur : Tim Redaksi