PPATK Kirim Transaksi Mencurigakan ke Penyidik Pajak

Senin, 07 Januari 2013 – 10:09 WIB
JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tak hanya mengirimkan laporan hasil analisis (LHA) para penyelenggara negara yang melakukan transaksi mencurigakan kepada aparat penegak hukum. Analisis tersebut juga akan dikirimkan kepada penyidik di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Tujuannya agar keuangan negara bisa banyak yang terselamatkan.
   
Pengiriman paralel kepada penegak hukum dan aparat pajak tersebut diyakini akan efektif. Kepala PPATK M. Yusuf mengatakan, apabila karena alasan tertentu aparat penegak hukum tidak bisa mengusut kasus korupsinya, pembayaran pajaknya bisa diusut. "Kalau menurut menteri keuangan, uang halal atau haram semuanya sama, dikenai pajak," ujar Yusuf kemarin.
   
Saat ini, lanjut dia, PPATK tengah menggodok mekanisme agar LHA yang dikirimkan kepada Ditjen Pajak bisa tetap terjaga kerahasiannya. Menurut dia, pengiriman LHA kepada aparat pajak tersebut bisa dibenarkan oleh hukum. "Menurut peraturan perundang-undangan kita dibolehkan," ujarnya.
   
Kerja sama dengan Kementerian Keuangan juga dilakukan dengan Ditjen Bea Cukai. Salah satunya berkerja sama dengan intelijen Bea Cukai untuk menelisik pengiriman valuta asing (valas) dari luar negeri. Korupsi dalam bentuk suap memang kerap menggunakan valas. Selama ini, Bea Cukai hanya bisa menggeledah di daerah pabean seperti bandara atau pelabuhan. Pemeriksaannya pun berlangsung pasif karena hanya bisa digeledah secara acak.
     
Apabila sudah lepas dari daerah pabean, biasanya pembawa valas dalam jumlah banyak memiliki kedok perusahaan penukaran uang asing. "Dengan kerja sama dengan intelijen Bea Cukai, akan diketahui apa betul itu untuk money changer," kata Yusuf.
     
Secara umum, sepanjang 2012 PPATK menerima 108.145 laporan transaksi keuangan mencurigakan dari 381 penyedia jasa keuangan. Laporan paling banyak berasal dari bank sebesar 54,5 persen. Sebanyak 276 transaksi sudah diteruskan ke penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, KPK, Badan Nasional Narkotika (BNN), dan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. Transaksi mencurigakan ini didapat dengan melihat profil nasabah seperti pekerjaan, gaji, hingga penggunaan uang yang bersangkutan. (sof/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Didesak Dalami Dugaan Korupsi JR Saragih

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler