jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua Umum PPP hasil Muktamar Jakarta Humphrey Djemat mengingatkan kembali bahwa Romahurmuziy bukan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) karena dia telah kalah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Karenanya, Romy tidak berhak mengeluarkan instruksi kepada Fraksi PPP ataupun anggota PPP di DPR untuk menolak hak angket terhadap Menkum HAM Yasonna Laoly.
Selain itu, kata Humphrey, Romy juga tak berhak memecat atau melakukan Pergantian Antar Waktu (PAW) seperti yang dinyatakannya terhadap Dimyati Natakusmah karena ikut hadir dalam penggalangan hak angket untuk Yasonna. "Jadi, apa yang dinyatakan oleh Romahurmuziy tidak perlu dihiraukan, dan hak angket terhadap Yasonna Laoly akan tetap berjalan," katanya.
Sebaliknya, Humphrey meminta seluruh anggota PPP mengikuti instruksi Ketum PPP yang sah Djan Faridz untuk ikut dalam penggalangan hak angket untuk Yasonna. Karena itulah apabila ada anggota DPR dari PPP yang tidak mengindahkan instruksi tersebut maka akan dikenakan sanksi.
Menurutnya, ada sejumlah alasan kenapa PPP bersikap perlu melayangkan hak angket. Menteri Yasona, menurut Humphrey yang juga dikenal sebagai pengacara kondang, telah melanggar hukum, bertindak sewenang-wenang, dan mengintervensi atau campur tangan dalam konflik PPP.
Dia lantas merinci, Yasonna pada tanggal 28 Oktober 2014 mengeluarkan Surat Keputusan yang mengesahkan kepengurusan PPP dengan Romy sebagai ketua umum. Padahal pada saat itu di internal PPP masih terjadi konflik dan belum terjadi islah. Selain itu Putusan Mahkamah Partai tanggal 11 Oktober 2014 mengamanatkan kepada Majelis Syariah dan Pengurus Harian DPP PPP untuk menyelenggarakan Muktamar belum dilaksanakan.
Kata dia, Yasonna telah melanggar asas profesionalitas dalam asas-asas umum pemerintahan yang baik karena pengesahan kepengurusan Romy berdasarkan SK nomor: M.HH-07.AH.11.01 dikeluarkan hanya sehari setelah dirinya dilantik menjadi Menteri.
Menteri Yasonna juga telah melanggar asas kepastian hukum. Dia sudah tidak patuh pada Penetapan Penundaan PTUN tertanggal 6 November 2014 yang memerintahkan kepada Menhuk HAM untuk menunda pelaksanaan SK pengesahan kubu Romy dan memerintahkan untuk tidak melakukan tindakan-tindakan lainnya yang berhubungan dengan SK tersebut. Namun pada tanggal 12 Februari 2015 Menteri Yasonna malah mengeluarkan Surat kepada Ketua KPU yang isinya menjelaskan bahwa dirinya masih berpedoman pada Surat Keputusannya.
Alasan selanjutnya, Yasonna tidak mematuhi keputusan PTUN tanggal 25 Februari 2015 yang berisi perintah untuk mencabut SK Nomor: M.HH-07.AH.11.01 tentang pengesahan kepengurusan Romy Cs. Bahkan hakim PTUN dengan tegas menyatakan dalam keputusannya bahwa mempertahankan penetapan penundaan tanggal 6 November 2014 sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum. Dengan demikian penetapan penundaan tetap berlaku walaupun ada banding maupun kasasi dan harus dipatuhi oleh siapapun.
"Berdasarkan hal ini kami menyatakan, Menhuk HAM telah menyalahgunakan wewenang dan perbuatan melawan hukum terhadap PPP. Dengan demikian perlu diajukan hak angket," tukas suami Triana Dewi Seroja ini. (mas/dem)
BACA JUGA: Elit Terus Ribut, Dua Kerugian Besar Ini Akan Diderita Golkar
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yuddy Imbau Masyarakat Aktif Laporkan Pelayanan Publik
Redaktur : Tim Redaksi