Prabowo Melejit, Mega Nomor Dua

Senin, 24 September 2012 – 08:17 WIB
JAKARTA--Ajang pilgub DKI Jakarta yang memenangkan pasangan Jokowi-Ahok sesuai dengan hasil quick count diyakini membawa efek positif pada pencapresan Prabowo Subianto. Hasil survei pra pilkada dipadu dengan exit poll yang dilakukan Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC) telah mengungkapkan hal tersebut.

Berdasar hasil survei pra pilkada yang dilakukan 7-11 September 2012 terungkap, warga DKI umumnya menempatkan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai capres terfavorit. Prabowo mengantongi dukungan dari 19 persen pemilih pilgub. "Cukup jauh meninggalkan calon-calon lain," ujar CEO SMRC Grace Natalie saat mempresentasikan hasil riset lembaganya di Morrissey Serviced Apartment Hotel, Jakarta, Minggu (23/9).

Termasuk, kata dia, dua calon presiden Megawati Soekarnoputri dan Aburizal Bakrie (Ical) yang selama ini terus menjadi tiga besar dalam sejumlah suvei beberapa lembaga. Mengacu kepada hasil riset, Mega hanya didukung oleh 10,1 persen pemilih. Sedangkan, Ical mendapat dukungan 10 persen pemilih. "Ini fakta baru karena belum pernah terjadi dalam survei nasional maupun pilkada di daerah lain," ungkap Grace.

Dia mengungkapkan, popularitas Prabowo yang jauh meninggalkan para pesaingnya itu muncul dari pertanyaan semi terbuka. Yaitu, meski responden disodori nama-nama bakal capres yang mungkin maju, mereka tetap diberi peluang untuk memunculkan nama lain. "Tidak pernah dukungan kepada Prabowo jauh di atas Mega ketika simulasi dilakukan secara semi terbuka yang melibatkan lebih dari 20 nama calon," papar mantan presenter TV berita itu.

Hasil riset juga membeberkan, di luar tiga nama tersebut, popularitas tokoh lainnya jauh tertinggal. Di urutan keempat bertengger Jusuf Kalla (JK) yang mendapat dukungan 6,5 persen. Selanjutnya, Dahlan Iskan (5,6 persen), Hidayat Nur Wahid (5,2 persen), Sri Sultan HB X (4,9 persen), Hatta Rajasa (3,7 persen), Sutiyoso (3 persen), dan Wiranto (1,9 persen). Kemudian, Ani Yudhoyono (1,6 persen), Sri Mulyani (1,6 persen), Anas Urbaningrum (1,5 persen), Mahfud M.D. (1,4 persen), Djoko Suyanto (1,1 persen), dan Surya Paloh (1,1 persen).  

Lebih lanjut, memperkuat kaitan pilgub DKI dengan pencapresan Prabowo, terungkap pula bahwa mayoritas pemilih Jokowi-Ahok (yang diusung PDIP-Gerindra) merupakan pemilih mantan Danjen Kopasus tersebut. "Ditemukan, pilgub DKI dan hasilnya lebih memperkuat Prabowo di tingkat massa pemilih ketimbang Megawati," ujar Grace kembali.

Dari hasil survei terungkap, 25 persen pemilih Jokowi-Ahok juga memilih Prabowo sebagai presiden. Dan, hanya 13 persen yang memilih Megawati. "Ini juga menunjukkan kemenangan Jokowi-Ahok lebih berhubungan dengan pemilih Prabowo jika dibandingkan dengan Megawati," imbuhnya.

Lalu, mengapa dukungan kepada Prabowo lebih kuat pada massa pemilih pilgub DKI? Apakah berbagai latar belakang dan isu terhadap yang bersangkutan tidak berpengaruh bagi pemilih Jakarta? Survei menemukan bahwa secara umum warga memang tidak tahu, misalnya, hukuman yang dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan TNI kepada mantan menantu Presiden Soeharto itu.

Hanya 39,7 persen yang mengatakan tahu Prabowo diberhentikan dari dinas sebagai perwira TNI karena dinilai melakukan pelanggaran berat HAM. Sebanyak 59 persen justru menyatakan tidak tahu. Sisanya 1,3 persen menyatakan tidak mengerti. Selanjutnya, dari minoritas yang menyatakan tahu, 66,8 persen menilai pantas hukuman pemberhentian itu diberikan kepada Prabowo. Sebanyak 18,4 persen menyatakan tidak pantas dan sebanyak 14,8 persen menyatakan tidak tahu.

Tapi, masih berdasar hasil riset, dari yang mengatakan pantas hukuman itu diberikan sedikit lebih banyak merupakan pemilih Fauzi-Nara. Dengan perbandingan 51 persen (Fauzi-Nara) dan 49 persen (Jokowi-Ahok). Sedangkan, yang menyatakan tidak pantas hukuman diberikan sebagian besar memilih Jokowi-Ahok (55 persen). "Ini berarti isu tersebut tidak menghambat Jokowi-Ahok dan ambisi Prabowo untuk menjadi presiden," kata Grace.

Survei pra pilkada ini menggunakan populasi seluruh warga DKI yang terdaftar sebagai pemilih pilgub putaran kedua lalu. Sampel awal ditetapkan 1.000 orang yang dipilih dengan metode stratified two stage random sampling. Selanjutnya, data yang dianalisis sebanyak 501 responden dengan margin of error plus minus 4,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Sedangkan, exit poll dilakukan di 400 TPS yang dipilih secara random dan proporsional pada 20 September 2012, tepat hari H pilgub putaran kedua. Di tiap TPS terpilih dipilih dua pemilih (satu laki-laki dan satu perempuan) yang keluar dari TPS sebagai responden pada dua waktu yang ditentukan dari awal. Jumlah responden yang berhasil diwawancarai 740  pemilih dengan margin of error plus minus 3,7 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Terhadap hasil tersebut, Direktur Eksekutif Komunikasi Lembaga Survei Indonesia Burhanudin Muhtadi menyatakan hasil riset untuk pilgub DKI tersebut belum bisa digeneralisasi sebagai gambaran hasil pilpres mendatang. Sebab, antara pilkada dan pilpres tidak bisa serta-merta disamakan. "Mungkin ini berlaku di DKI, tapi belum tentu di daerah lain, lebih jauh di pilpres," kata Burhanudin yang hadir sebagai salah seorang penanggap.

Pengamat militer Salim Said menilai, fenomena meroketnya nama Prabowo di pilgub DKI juga terkait karakter pelupa pemilih di Indonesia. Dalam beberapa tahun saja, pemilih sudah bisa melupakan kejadian yang melibatkan salah seorang tokoh meski sepahit apa pun. "Sifat pelupa itu tentu saja menguntungkan Prabowo," katanya, juga di tempat yang sama. (dyn/c4/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesan Jusuf Kalla, Jokowi Jangan Mencontoh Foke

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler