jpnn.com, JAKARTA - Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto mengkritisi perjalanan demokrasi di Indonesia akhir-akhir ini. Ketua umum Gerindra itu mencontohkan, ada orang yang menggunakan haknya untuk berekspresi di media sosial dengan memaparkan sebuah kebenaran justru diburu dan dihukum.
"Sangat menyedihkan juga bahwa perkembangan Indonesia menuju demokrasi mengalami bentuk pengkerdilan. Orang-orang yang menggunakan hak kebebasan berekspresi atau beropini kadang-kadang di sosial media diburu," ujar Prabowo saat menjadi pembicara di Indonesia Economic Forum di Jakarta, Rabu (21/11).
BACA JUGA: Muhammadiyah Terdegradasi Jika Ikuti Keinginan Amien Rais
Mantan Danjen Kopassus itu juga mencontohkan beberapa ulama yang tak diizinkan berceramah. Alasannya, ulama yang bersangkutan tergolong ekstremis.
"Kami memiliki ulama yang tidak diizinkan memberi orasi karena dicap sebagai ekstrimis. Saya sendiri diberi label sebagai pendukung ISIS yang berjuang untuk kekhalifahan," ucapnya.
BACA JUGA: Cerita Lucu Prabowo Subianto di Sebuah Restoran
Prabowo menilai tudingan itu sangat bertentangan dengan kenyataan yang ada. Mantan Pangkostrad itu menegaskan bahwa dirinya setia pada NKRI dan Pancasila.
"Sumpah partai saya adalah untuk membela Pancasila, semua ras dan semua agama. Karena itu saya sangat khawatir," katanya.
BACA JUGA: PKS Ngebet Kadernya Segera Jadi Wagub DKI Pengganti Sandi
Prabowo juga menyinggung data pemilih untuk Pemilu 2019 mendatang. Menurutnya, fenomena yang ada sangat merusak sistem demokrasi yang ada.
"Sekarang ada kontroversi dalam pemilihan umum, karena ada sekitar 31 juta nama yang tidak bisa dibuka. Bahkan satu juta nama yang tidak terhitung saja sebetulnya merupakan pelanggaran, ini penghinaan terhadap demokrasi yang nyata," kata Prabowo.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prabowo: Tamat Kuliah Seharusnya Bukan jadi Tukang Ojek
Redaktur & Reporter : Ken Girsang