Prabowo Subianto dan Gerindra Harus Siap Hadapi Tantangan Oposisi di Parlemen

Senin, 01 April 2024 – 23:31 WIB
KPU telah mengumumkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pemilu 2024. (Reuters: Willy Kurniawan)

jpnn.com, JAKARTA - Hasil rekapitulasi KPU menyatakan Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka memenangkan pilpres 2024.

Pasangan calon (paslon) tersebut meraih 96.214.691 suara atau setara 58,58% dari total suara nasional.

BACA JUGA: Golkar Dinilai dapat Pengakuan Seusai Dipuji Prabowo

Muhammad Ahsan Ridhoi, Chief Research Officer Political Strategy Group (PSG) mengungkapkan nantinya pemerintahan Prabowo berpotensi menghadapi tantangan politik berlapis yang bisa berdampak pada masa depan Partai Gerindra.

“Kemenangan Prabowo kali ini tak bisa dikatakan diraih secara absolut. Pasalnya, total kursi parpol koalisi pendukungnya justru minoritas di parlemen. Total Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat diproyeksikan meraup 280 kursi. Lebih sedikit dibanding total perolehan gabungan parpol pendukung Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin yang sebanyak 300 kursi,” ungkap Ahsan.

BACA JUGA: Gerindra Disarankan Beri Tiket Pilkada Banyuwangi kepada Sumail Abdullah

Menurut Ahsan, tantangan itu makin besar karena Partai Gerindra tak keluar sebagai pemenang pemilu.

Gerindra hanya menduduki peringkat ketiga setelah PDI Perjuangan dan Golkar. Dampaknya, posisi Prabowo menjadi kurang strategis.

BACA JUGA: Gerindra Unggul di Exit Poll, tetapi Tidak di Quick Count, Kok Bisa?

Pemerintahan Prabowo sangat berpeluang disandera parpol oposisi lewat parlemen, seperti yang pernah terjadi pada dua tahun awal masa pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

“Sementara Gerindra tak memiliki magnet politik besar untuk mempengaruhi pengambilan keputusan di parlemen. Terutama dalam menggalang dukungan dari parpol oposisi, yang tentu akan memaksimalkan perannya di parlemen untuk menjaga citra dan basis dukungan konstituennya sampai pemilu selanjutnya.”

Prabowo, menurut Ahsan, memang memegang dukungan Golkar yang jumlah kursinya diproyeksikan terpaut tipis dari PDI Perjuangan sehingga potensial punya magnet politik besar di parlemen.

Namun, Golkar bukanlah partai pengusung utama Prabowo. Hubungan politik di antara mereka hanya bersifat resiprokal atau timbal balik.

Namun, tak ada jaminan Golkar–sebagaimana pula parpol koalisi Prabowo selain Gerindra–akan selalu mendukung langkah Prabowo di parlemen.

“Selama ini suara Gerindra sangat dipengaruhi coattail effect dari Prabowo. Mengingat Prabowo adalah wajah tunggal partai di tengah tak ada tokoh alternatif lain yang bisa sebesar dirinya. Maka, citra buruk pada Prabowo akan sangat berdampak pada suara partai,” kata Ahsan.

Oleh karena itu, Ahsan mengatakan Prabowo dan Gerindra perlu segera melakukan langkah-langkah politik strategis.

Dia mengungkap setidaknya ada tiga langkah yang bisa mereka ambil.

Pertama, Prabowo harus mengoptimalkan victory power game di transisi pemerintahan. Prabowo tak bisa berpangku tangan pada Jokowi dalam melakukan transisi, meskipun pemerintahannya mengusung ide melanjutkan.

“Apalagi kalau sampai mengamini pendapat menteri-menteri Jokowi yang menyatakan tak perlu ada tim transisi. Itu akan membuat pondasi pemerintahan Prabowo sangat rapuh, karena bukan ia sendiri yang membangunnya,” kata Ahsan.

Kedua, Partai Gerindra harus lebih lentur dalam menjalin komunikasi di parlemen. Mengingat, yang terjadi selama ini, adalah kebekuan komunikasi dalam proses legislasi di parlemen akibat garis api kelompok koalisi dan oposisi.

Ketiga, Gerindra harus memanfaatkan secara serius momentum Pilkada 2024 sebagai jalan regenerasi figur politik nasional guna menjaga dan meningkatkan basis suara pada pemilu selanjutnya.

Agar bisa membalik keadaan, menurut Ahsan, mau tak mau Gerindra wajib memaksimalkan perjuangan di pilkada serentak November nanti.

Posisi Gerindra sebagai partai pengusung utama Prabowo, harus dimanfaatkan sebesar mungkin untuk menjaring sosok-sosok potensial dari internal maupun wajah baru dari luar.

“Khususnya pada wilayah-wilayah strategis, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara,” kata Ahsan.

Dengan begitu, peluang Gerindra untuk melanjutkan kemenangan di pilpres lebih terbuka. Menurut, ketika nanti Prabowo tak lagi maju, Gerindra tetap bisa menjadi poros utama penentu bangunan koalisi di pilpres 2029. (flo/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler