Prediksi Mi6 soal Pemilu Legislatif 2024, Sorot Dapil NTB dan Nasib Partai Baru

Selasa, 14 Februari 2023 – 18:10 WIB
Ilustrasi pencoblosan saat Pemilu. lustrasi/foto: arsip JPNN.com/Ricardo

jpnn.com, MATARAM - Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 memprediksi bahwa Pemilu 2024 akan terjal bagi partai pendatang baru. 

Kursi DPR RI dari NTB diyakini masih akan digenggam oleh partai pemegang parlemen threshold saat ini. 

BACA JUGA: Menjelang Pemilu, Mardiono Silaturahmi ke Tokoh Nasional di Makassar

Hal itu karena ajang pertarungan bagi partai baru ini diyakini hanya sampai pada level DPRD kabupaten dan DPRD Provinsi.

"Pemilu 2024 akan menjadi sangat sulit bagi partai pendatang baru, apalagi untuk partai yang fakir investasi sosial," kata Direktur Mi6 Bambang Mei Finarwanto, Selasa (13/2).

BACA JUGA: Partai Garuda Minta Semua Pihak Tak Gaduh soal Pemilu Legislatif

Mantan ekskutif Walhi NTB dua periode yang kerap disapa Didu ini menegaskan, pendatang baru yang percaya diri meraih dukungan dengan hanya mengandalkan nama besar dari tokohnya, hanya akan terjebak pada romantisme masa lalu. 

Karena itu, Didu menilai, jika kini ada partai pendatang baru di NTB yang memasang target tinggi, sebetulnya akan sangat mudah dinilai oleh publik. 

BACA JUGA: Airlangga Minta Kader Golkar Fokus Berjuang Raih Target di Pemilu 2024

"Sebagai sebuah wacana, hal tersebut sah-sah saja. Namun, khalayak juga sudah punya kalkulasi tersendiri, terhadap apa yang realistis dan tidak," sebut Didu. 

Menurutnya, partai baru jelas membutuhkan kerja-kerja mesin partai yang benar-benar extra. 

"Dan sudah sangat jelas, butuh sumber daya untuk memastikan hal tersebut," imbuh Didu.

Dia menegaskan, investasi sosial menjadi pembeda yang jelas antara partai politik pendatang baru dengan partai yang telah lebih dulu eksis. 

Sementara partai yang telah lebih dulu eksis, telah melakukannya dalam jangka waktu yang lama, dan menjangkau masyarakat yang lebih luas.

Dalam konteks politik, kata Didu, tidak ada investasi sosial yang sia-sia. Karena itu, partai-partai dengan tokohnya yang lebih lama dan lebih banyak berbuat untuk masyarakat.

"Apalagi bagi partai yang hanya baru mau akan melakukan investasi sosial," ujarnya. 

Itulah sebabnya, Didu menilai perebutan kursi DPR RI pada Pemilu 2024 tak akan banyak kejutan. 

Sebanyak delapan kursi DPR RI di Pulau Lombok dan tiga kursi DPR RI di Pulau Sumbawa, diyakininya masih akan digenggam partai politik yang lolos ambang batas parlemen pada pemilu lalu.

"Kalaupun ada pergeseran, saya kira, pergeserannya pada figur. Tapi pemilik kursi sesungguhnya masih akan milik partai yang sama," papar Didu.

Delapan kursi DPR RI dari Dapil Pulau Lombok saat ini menjadi milik Partai Gerindra, Golkar, PKS, PDIP, PPP, Demokrat, PKB, dan NasDem. 

Sementara tiga kursi Dapil Pulau Sumbawa milik Gerindra, PKS, dan PAN. Partai-partai tersebut adalah partai yang lolos ambang batas parlemen pada Pemilu 2019.

"Jika kini ada 17 partai politik yang telah dinyatakan lolos lalu kursi yang mana lagi yang akan diambil oleh pendatang baru?" tandas Didu.

Meski begitu, Didu tak ingin membunuh harapan. Apalagi jika memperhitungkan Pemilu 2024 akan didominasi pemilih muda. 

KPU sendiri sejak awal telah memprediksi Pemilu serentak dua tahun mendatang itu akan ada 107 juta pemilih muda dengan rentang usia 17-40 tahun. 

"Jumlah tersebut setara dengan 53-55 persen dari jumlah pemilih," imbuh Didu. 

Lebih jauh, Didu melihat bahwa, partai-partai yang telah lolos ambang batas parlemen juga telah menyadari hal tersebut. 

Oleh sebab itu, mereka juga sudah mulai menggarap para pemilih muda bukan hanya saat ini. Sehingga dalam hal yang sama, partai politik yang lama juga sudah selangkah lebih maju dibanding partai pendatang baru.

Karena itu, menurut Didu, gelanggang partai pendatang baru pada Pemilu 2024 sesunggunya bukan pada perebutan kursi DPR RI dari Dapil Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. 

Namun, dia menilai partai baru akan banyak memberi kejutan pada level perebutan kursi DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota.

"Untuk partai pendatang baru, menempatkan kadernya di DPRD kabupaten dan kota, atau di DPRD Provinsi tentu akan menjadi sebuah cara terbaik untuk eksis dan menyiapkan investasi sosial yang lebih masif," katanya.

Di sisi lain, Didu juga menanggapi kemungkinan partai pendatang baru akan mendapatkan efek ekor jas atau coat-tail effect. 

Itu saja bisa terjadi manakala mereka ikut berdiri pada barisan partai yang mencalonkan kandidat presiden yang potensial memenangi kontestasi. 

"Terlebih Pemilu kali ini digelar berbarengan antara Pilpres dan Pileg pada 14 Februari 2024," tandas Didu. 

Menurut Didu, coat-tail effect selama ini memang terbukti mampu memberi kontribusi berupa insentif electoral bagi partai politik. 

"Namun tidak semua partai bisa mendapatkan hal tersebut meski mencalonkan figur yang sama di Pilpres," katanya. 

Dia memberi contoh pada Pilpres 2019, dimana Joko Widodo yang merupakan kandidat yang paling populer dan dicalonkan oleh banyak partai politik. 

Hanya saja tidak semua partai politik yang mencalonkan Jokowi tersebut mendapatkan efek ekor jas. 

"Terbukti empat partai politik pendukung Jokowi yakni PSI, Perindo, Hanura, dan PBB, tidak lolos parlemen threshold," sebutnya. 

Begitu pula bagi partai yang mencalonkan Prabowo Subianto sebagai presiden. Dipastikan efeknya sangat kecil.

"Hal yang sama masih akan terjadi dalam Pemilu 2024. Efek ekor jas, masih akan menjadi pemilik partai pengusung utama, bukan partai pendukung," tegas Didu. 

Karena itu, cara terbaik mendulang dukungan dari pemilih dalam Pemilu 2024 bagi partai pendatang baru adalah menggerakkan mesin partai secara massif. 

Bukan sebaliknya, belum apa-apa tapi malah mempertontonkan saling sikut sesama elite partai.

“Kalau belum apa-apa sibuk berkelahi, sudah pasti ada sisi yang hilang," pungkasnya.(mcr38/jpnn) 


Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Edi Suryansyah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler