RIO DE JANEIRO - Setelah berlangsung selama hampir dua pekan, aksi protes di Brasil memakan korban jiwa. Kamis lalu (20/6) seorang pemuda tewas saat mengikuti unjuk rasa akbar yang digelar bersamaan di lebih dari 100 kota. Kemarin (21/6) Presiden Dilma Rousseff langsung menyelenggarakan rapat darurat dengan kabinet.
Sedikitnya 1,25 juta warga Brasil terlibat dalam aksi protes terbesar Kamis lalu. Di Kota Rio de Janeiro, polisi antihuru-hara sempat terlibat bentrok dengan demonstran. Aparat lantas menembakkan peluru karet dan menyemprotkan gas air mata ke arah massa yang mengamuk. Petugas juga menangkap dan menjatuhkan dakwaan kepada sekelompok pengunjuk rasa yang melempari polisi dengan batu.
Sebanyak 300.000 orang berjalan kaki menuju Balai Kota Rio sambil menyampaikan aspirasi mereka. Mereka menuntut pemerintah memperbaiki layanan publik dan meningkatkan dana sosial. Mereka mengeluhkan terlalu berlebihannya perhatian pemerintah menjelang perhelatan Piala Dunia di Brasil. "Jika ingin selamat, janganlah Anda datang ke Rio atau menyaksikan Piala Dunia," seru Rodrigo Neves.
Pemuda 20 tahun itu menambahkan, yang berkunjung ke Rio saat perhelatan Piala Dunia hanya akan membantu pemerintah. Padahal, menurut Neves, pemerintah tidak berpihak pada rakyat. Buktinya, mereka bersedia mengeluarkan banyak dana untuk membangun berbagai fasilitas penunjang Piala Dunia, namun menaikkan tarif angkutan umum.
Amarah Neves dan lebih dari 1 juta warga lainnya tak terbendung. Bahkan, setelah sejumlah negara bagian membatalkan kenaikan tarif angkutan umum, rakyat tetap berunjuk rasa. Di Kota Brasilia, sekitar 30.000 warga berunjuk rasa di dekat gedung Kementerian Luar Negeri. Mereka terlibat bentrok dengan aparat dan melemparkan bom molotov ke arah kompleks kementerian.
"Sekitar 35 orang terluka dalam bentrok di Kementerian Luar Negeri. Tiga di antaranya cukup parah," kata seorang petugas yang merahasiakan namanya. Kamis lalu untuk kali pertama, aksi protes masyarakat Negeri Samba tersebut menelan korban jiwa. Seorang pemuda 18 tahun yang sedang berunjuk rasa di Kota Ribeirao Preto tewas tertabrak mobil.
Unjuk rasa yang bermula dari protes warga atas kenaikan tarif angkutan itu semakin meluas akhir-akhir ini. Para pengunjuk rasa yang sebagian besar adalah mahasiswa dan pemuda dari kalangan menengah tersebut mengaku tidak puas atas layanan publik pemerintah. Sejauh ini, aksi protes masih bebas dari kepentingan politik. Massa juga tidak menyalahkan oknum pemimpin atau pejabat pemerintah dalam aksi mereka.
Kamis lalu sekelompok aktivis sayap kiri justru bersitegang dengan massa yang sedang berunjuk rasa. Itu terjadi karena para aktivis tersebut mengusung spanduk yang mengekspresikan paham politik mereka. "Ini gerakan sosial, bukan gerakan politik. Ini tidak ada kaitannya dengan ideologi. Kami tidak ingin ada keterlibatan partai dalam gerakan ini," tegas Maria Vidal, demonstran berusia 28 tahun. (AP/AFP/hep/c17/dos)
Sedikitnya 1,25 juta warga Brasil terlibat dalam aksi protes terbesar Kamis lalu. Di Kota Rio de Janeiro, polisi antihuru-hara sempat terlibat bentrok dengan demonstran. Aparat lantas menembakkan peluru karet dan menyemprotkan gas air mata ke arah massa yang mengamuk. Petugas juga menangkap dan menjatuhkan dakwaan kepada sekelompok pengunjuk rasa yang melempari polisi dengan batu.
Sebanyak 300.000 orang berjalan kaki menuju Balai Kota Rio sambil menyampaikan aspirasi mereka. Mereka menuntut pemerintah memperbaiki layanan publik dan meningkatkan dana sosial. Mereka mengeluhkan terlalu berlebihannya perhatian pemerintah menjelang perhelatan Piala Dunia di Brasil. "Jika ingin selamat, janganlah Anda datang ke Rio atau menyaksikan Piala Dunia," seru Rodrigo Neves.
Pemuda 20 tahun itu menambahkan, yang berkunjung ke Rio saat perhelatan Piala Dunia hanya akan membantu pemerintah. Padahal, menurut Neves, pemerintah tidak berpihak pada rakyat. Buktinya, mereka bersedia mengeluarkan banyak dana untuk membangun berbagai fasilitas penunjang Piala Dunia, namun menaikkan tarif angkutan umum.
Amarah Neves dan lebih dari 1 juta warga lainnya tak terbendung. Bahkan, setelah sejumlah negara bagian membatalkan kenaikan tarif angkutan umum, rakyat tetap berunjuk rasa. Di Kota Brasilia, sekitar 30.000 warga berunjuk rasa di dekat gedung Kementerian Luar Negeri. Mereka terlibat bentrok dengan aparat dan melemparkan bom molotov ke arah kompleks kementerian.
"Sekitar 35 orang terluka dalam bentrok di Kementerian Luar Negeri. Tiga di antaranya cukup parah," kata seorang petugas yang merahasiakan namanya. Kamis lalu untuk kali pertama, aksi protes masyarakat Negeri Samba tersebut menelan korban jiwa. Seorang pemuda 18 tahun yang sedang berunjuk rasa di Kota Ribeirao Preto tewas tertabrak mobil.
Unjuk rasa yang bermula dari protes warga atas kenaikan tarif angkutan itu semakin meluas akhir-akhir ini. Para pengunjuk rasa yang sebagian besar adalah mahasiswa dan pemuda dari kalangan menengah tersebut mengaku tidak puas atas layanan publik pemerintah. Sejauh ini, aksi protes masih bebas dari kepentingan politik. Massa juga tidak menyalahkan oknum pemimpin atau pejabat pemerintah dalam aksi mereka.
Kamis lalu sekelompok aktivis sayap kiri justru bersitegang dengan massa yang sedang berunjuk rasa. Itu terjadi karena para aktivis tersebut mengusung spanduk yang mengekspresikan paham politik mereka. "Ini gerakan sosial, bukan gerakan politik. Ini tidak ada kaitannya dengan ideologi. Kami tidak ingin ada keterlibatan partai dalam gerakan ini," tegas Maria Vidal, demonstran berusia 28 tahun. (AP/AFP/hep/c17/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nissan Ngebut Hantam Toko
Redaktur : Tim Redaksi