Presiden Minta Perguruan Tinggi Cepat Buka Prodi-prodi Terapan

Kamis, 24 Agustus 2017 – 09:02 WIB
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohamad Nasir. Foto: dok jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo berdiskusi dengan stakeholder perguruan tinggi membahas program-program studi terapan kemarin (23/8).

Pemerintah akan mempermudah izin pendirian prodi-prodi baru dan mempermudah syarat rekrutmen dosen.

BACA JUGA: Dorong Perguruan Tinggi Berpartisipasi Kelola Laut, Bu Susi: ini Harus Tersampaikan

Pembukaan bidang-bidang studi terapan itu secara otomatis membawa kebutuhan tenaga pengajar. Di sisi lain, tidak ada ilmuwan yang memiliki basis ilmu terapan tersebut sehingga jalan tengahnya adalah mengambil dari kalangan profesional.

Menristekdikti M. Nasir menuturkan, selama ini persoalannya ada pada regulasi, sehingga ada beberapa bagian yang memang perlu diperbaiki.

BACA JUGA: Menteri Nasir Targetkan Lima PT Masuk 500 Besar Dunia

’’Presiden sudah minta secepat-cepatnya untuk ada perbaikan-perbaikan dalam regulasi,’’ terangnya usai bertemu Presiden di Istana Merdeka.

Misalnya regulasi mengenai perizinan program studi. Program-program baru seperti logistik, artificial intelligence, atau ilmu terapan lain berpeluang diberi ruang untuk dibentuk.

BACA JUGA: Menristekdikti Ajak Perguruan Tinggi Membumikan Alquran

Di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo sudah ada penerapannya, berupa pembukaan prodi baru yakni hukum kependudukan dan catatan sipil.

Dari sisi tenaga pengajar misalnya, UU 14/2005 mengatur bahwa dosen minimal haus berpendidikan S2.

’’Sedangkan banyak profesional yang ada di dalam bidangnya itu yang secara akademik tidak memenuhi, tapi secara profesional dia memenuhi,’’ lanjutnya.

Para profesional itu bisa diberi ruang tanpa harus upgrade syarat pendidikan S2. Saat ini, sebenarnya hal itu sudah diterapkan.

Namun, Kemenristekdikti baru menerapkannya pada pendidikan vokasi seperti politeknik dan akademi. Ke depan, dosen tidak lagi harus S2.

Bisa saja 50 persen dari kalangan akademik, sementara 50 persen lagi murni profesional.

Untuk mengakomodsi hal tersbeut sudah terbit perpres mengenai kualifikasi potesi nasional Indonesia. Sehingga, yang bisa dilakukan saat ini adalah assesment melalui rekognisi pembelajaran lampau (RPL).

Dalam RPL ada jenjang level, mulai 1-9. Level 6 untuk S1, level 7 adalah sarjana profesi, level 8 adalah magister, dan level 9 adalah doktor.

Ketika ada profesional dengan RPL di level lima atau setara D4, namun dari sisi kompetensi dia ada di level delapan, dia akan langsung naik tingkat ke level delapan.

Nasir mencontohkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Meski tidak tamat SMA, namun kompetensinya dinilai sudah berada pada level 9. Karena itulah, Susi mendapatkan gelar doktor honoris causa.

Rektor UNS Prof Dr Ravik Karsidi menuturkan, tahun ini pihaknya sudah menerima 150 mahasiswa prodi hukum kependudukan dan catatan sipil.

’’Tingkat persaingannya di seleksi sudah satu berbanding 12,’’ ujarnya. Prodi itu dibentuk karena memang ada kebituhan tenaga ahli di kantor-kantor Dispendukcapil, baik provinsi maupun kabupaten/kota.

Untuk tenaga pengajarnya, pihaknya mengambil dari dua latar belakang. Selain dosen akademik dari prodi hukum perdata, pihaknya juga merekrut profesional.

’’Banyak mantan Kepala Dispendukcapil yang punya kemampuan untuk menjadi dosen,’’ tambahnya.

Yang terpenting, sudah ada jaminan pekerjaan bagi para lulusannya. Mereka diarahkan untuk mengisi pos-pos ahli di Dispendukcapil di berbagai daerah. (byu/oki)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Siapkan Rp 1,7 Triliun, Kemristekdikti Benahi Enam Universitas


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler