jpnn.com, JAKARTA - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman, ikut mengamati dua kelompok besar di media sosial yang dianggap ekstrem dalam menyikapi wabah virus corona (Cobvid-19).
"Saat ini di sosmed secara garis besar terbaca dua kelompok dituduh ekstrem menyikapi Covid-19. Satu pihak dituduh mem-besar-besarkan wabah ini seolah sangat berbahaya, setiap yang kena bakal mati. Di sisi lain ada yang dituduh sangat menganggap ringan, ngentengin, bahkan cenderung meremehkan," tulisnya di akun @msi_sohibuliman, Senin (30/3).
BACA JUGA: Update Corona, 30 Maret 2020: Tambahan Pasien Positif Paling Banyak dari Jawa Barat
Dalam analisisnya, kedua pihak sama-sama bicara Covid-19, tetapi karena sisi yang dilihat berbeda maka beda pula sikapnya. Pihak kedua menurutnya benar, virus ini sama dengan flu biasa, recovery rate 97-98%.
"Jika terkena maka tidak usah panik, perkuat saja stamina atau imunitas dengan maklan dan minum sehat, tidur yang cukup, olahraga yang pas dan bila perlu tambah vitamin. Insyaallah sehat," lanjut Sohibul.
BACA JUGA: Update Corona, 30 Maret 2020: Pasien Positif Bertambah 129 Orang, 11 Sembuh, 8 Meninggal
Sementara itu, pihak pertama juga benar jika terkait penularannya. Covid-19 ini belum ada vaksinnya dan tiba-tiba mewabah bak deret ukur secara global. Bila tidak diatasi dengan serius dan tepat, maka akan mengakibatkan penularan yang meluas.
"Betul fatality rate cuma dua sampai tiga persen. Tetapi kalau yang tertular satu juta, berarti yang wafat 20-30 ribu. Wow," sambung politikus kelahiran Tasikmalaya itu.
BACA JUGA: Update Corona, 30 Maret 2020: Total Positif Virus Corona di Indonesia 1.414 Orang
Oleh karena itu, kata Sohibul, publik memang tidak usah mendramatisir hakikat virusnya, tetapi juga tidak boleh anggap enteng penularannya. Desakan Lockdown (LD), social distancing (SD), itu dalam rangka mitigasi penularan.
Sebab, jika 1 persen saja rakyat NKRI terinfeksi, berarti jumlahnya mencapai 2,6 juta jiwa. Lalu, dengan tingkat kematian 2-3 persen, angkanya juga tidaksedikit, berarti 52-78 rribu. Itu menurut Sohibul mengerikan sekali.
"Apalagi saat ini virus corona menjadi pandemi global, berarti fatality rate 2-3 persen itu bisa dihitung dalam skala global juga. Artinya, fatality rate per negara bisa bervariasi dari hampir 0% sampai angka yang jauh di atas tiga persen. Nah, kalau kita tidak serius dan tepat, tidak mustahil NKRI bisa 8-10%. Makin ngeri," tulis mantan Rektor Universitas Paramadina itu.
Terkait mitigasi penularan, kata politikus 54 tahun itu, ada yang menganggap lockdown dan social distancing sebagai pilihan. Namun dalam pandangannya, itu merupakan komplementer. Lockdown untuk memutus imported cases dari luar negara atau kota. Sedangkan Social Distancing bertujuan mengurangi penularan di antara penduduk satu kota atau negara.
"Keduanya optimal jika dipadukan. Apalagi diikuti rapid atau swab test. Jadi mari sikapi wabah ini dengan rasional dan proporsional. Tidak usah gampang-gambpangin apalagi membiarkan (ignorance). Sikap ignore akan bikin kita makin tidak tahu masalah. Juga tidak usah besar-besarin masalah. Sikap itu akan bikin kita dihantui masalah tapi lupa cari solusi," katanya. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam