jpnn.com - Alexandre Benalla harus membayar mahal aksi brutalnya. Dia kemarin, Jumat (20/7) dipecat dari pekerjaannya sebagai kepala pengawal pribadi Presiden Prancis Emmanuel Macron. Kini dia meringkuk di tahanan.
Benalla menuai kontroversi gara-gara tindakannya saat demo Hari Buruh pada 1 Mei lalu. Saat itu dia ikut mengamankan unjuk rasa. Dia memakai seragam antihuru-hara lengkap dengan helm pelindung kepala.
BACA JUGA: Wuiiihhh! Presiden Ganteng Loncat dari Helikopter
Ketika terjadi kericuhan, dia memukuli seorang mahasiswa. Aksinya terekam kamera amatir sejumlah saksi. ”Seharusnya, dia hanya berfungsi sebagai pengamat aksi, sesuai surat izinnya,” ujar Juru Bicara Kepresidenan Bruno Roger-Petit.
Rekaman video yang beredar luas membuktikan bahwa Benalla tidak sekadar mengamati. Dia berbuat lebih dari itu. Aksi brutal Benalla yang diunggah Le Monde serta beberapa media lokal lain langsung menjadi sorotan. Bahkan, Macron juga sempat dibuat geram karena terus-menerus dicecar pertanyaan oleh media tentang hal tersebut.
BACA JUGA: Macron! Presiden Prancis Termuda Sejak Napoleon
Kekerasan yang dilakukan Benalla ternyata bukan baru kali itu. Dalam video lain, dia juga terekam menganiaya seorang demonstran perempuan. Namun, ketika itu dia hanya diskors selama 15 hari tanpa diberi gaji.
Setelah itu, dia tetap bertugas seperti sediakala. Termasuk di antaranya, membantu koordinasi pengamanan untuk penyambutan tim sepak bola Prancis yang baru memenangi Piala Dunia di Rusia.
BACA JUGA: Bu Susi:Potensi Kerjasama Indonesia-Prancis Cukup Besar
Kali ini Macron mengambil keputusan tegas. Dia memecat Benalla dan membiarkan polisi menyelidiki kasus pemukulan tersebut. Keputusan itu memantik apresiasi positif sejumlah kalangan. Tapi, bukan oposisi.
Oposisi menganggap keputusan Macron sudah telat. Apalagi, dia baru bertindak setelah kasus itu berlalu tiga bulan. Menurut oposisi, Macron hanya ingin menyelamatkan citra setelah video Benalla viral di dunia maya.
Parlemen kini melakukan penyelidikan atas kasus tersebut. Juga, kasus pemukulan yang pertama. Parlemen mencari tahu alasan pemerintah hanya memberikan sanksi ringan kepada Benalla dalam kasus pertama. Apalagi, saat itu otoritas yang berwenang tak memproses kasus tersebut secara hukum.
”Jika kita diam saat siapa saja bisa tiba-tiba menjadi polisi, hukum di negara ini sudah mati,” ujar Jean-Luc Melenchon, pendiri partai La France Insoumise, seperti dilansir The Independent.
Istana Elysee berusaha mengklarifikasi. Mereka mengungkapkan bahwa Macron baru memecat Benalla karena bukti-bukti kuat baru saja muncul. (sha/c11/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perkuat Kerja Sama, Presiden Prancis Kunjungi KKP
Redaktur & Reporter : Adil