Menjelang kunjungannya ke Australia, Presiden RI Joko Widodo dalam wawancara khusus dengan ABC menjelaskan pentingnya membangun kembali kepercayaan antara Australia dan Indonesia.
Dalam wawancara tersebut, Presiden Jokowi mengatakan bahwa warga Indonesia bisa jadi akan mengubah pemikiran mereka soal hukuman eksekusi mati, seperti halnya yang dilakukan warga negara di Eropa di masa lampau.
BACA JUGA: Presiden Jokowi Dijadwalkan Temui Warga RI di Sydney
"Kami sangat terbuka dengan pilihan-pilihan," katanya kepada Samantha Hawley, koresponden ABC di Jakarta.
"Saya tidak tahu kapan, tapi kami ingin bergerak ke arah sana."
BACA JUGA: Korban Pelecehan Anak di Australia Dapat Kompensasi
Presiden Jokowi, rencananya akan mendarat di Sydney hari Minggu (6/10) untuk kunjungannya ke Australia selama dua hari.
Pada hari Senin (7/10) Presiden Jokowi dijadwalkan akan berpidato di sidang gabungan parlemen Australia di Canberra, menandai hubungan bilateral kedua negara telah membaik secara dramatis sejak eksekusi dua warga Australia tahun lalu.
BACA JUGA: Pejuang Asing Akan Kembali ke Australia Setelah ISIS Kalah di Irak
Pada 2015, Presiden Jokowi mengabaikan permohonan Australia untuk tidak mengeksekusi Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dua warga Australia dari hukuman mati terkait kasus narkoba Bali Nine.
Terlepas dari bukti bahwa mereka telah berubah dan bertobat, keduanya menjalankan hukuman mati pada bulan April 2015.
Di bawah kepemimpinannya, Presiden Jokowi telah meningkatkan pelaksanaan hukuman mati, dengan menyetujui eksekusi mati di putaran kedua pada bulan Juli 2016. Joko Widodo berbincang bersama Samantha Hawley dari ABC, sebelum kunjungannya ke Australia.
ABC News: Phil Hemingway
"Indonesia memiliki peraturan, Indonesia memiliki hukum sendiri yang masih memperbolehkan eksekusi. Itu yang saya penuhi," katanya.
"Kami juga mendengarkan apa yang dikatakan negara-negara lain. Tapi sekali lagi, saya harus mengikuti ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia."
Eksekusi menambah ketegangan anatra Indonesia dan Australia sebelumnya, dengan masalah pencari suaka, kebijakan mengembalikan perahu pencari suaka ke Indonesia, skandal penyadapan yang dilakukan Australia di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, serta masalah ekspor hewan ternak.
Tapi, Presiden Jokowi menekankan pentingnya membangun kembali kepercayaan antara kedua negara.
Ia mengaku merasa nyaman berkomunikasi dengan Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull, sebagai tanda bahwa hubungan antara para pemimpin negara dalam keadaan baik.
"Jika ada masalah, kecil atau sedang, saya bisa langsung menelepon PM Turnbull atau PM Turnbull menelpon saya. Mengapa tidak?" katanya.
"Yang paling penting adalah memiliki kepercayaan antara pemimpin negara, dan kemudian hubungan antara warganya." PM Australia Malcolm Turnbull dan Presien Jokowi saat berkunjung ke Tanah Abang, 12 November 2015.
AAP: Eka Nickmatulhuda Mencari solusi bersama soal pencari suaka
Jokowi tidak berkomentar soal apakah kebijakan Australia untuk menghentikan perahu pencari suaka dari Indonesia telah merusak hubungan kedua negara.
Tapi, ia mengatakan adanya perselisihan di masa lalu adalah karena kurangnya komunikasi.
Sekitar 14.000 pencari suaka diyakini terdampar di Indonesia, dan pemerintah Indonesia di masa lampau telah mendesak Australia untuk membantu memukimkan kembali para pencari suaka dan mendanai perbaikan fasilitas penahanan pencari suaka.
Selama wawancara, Presiden Jokowi mengakui masalah tersebut dan meminta Australia agar bersama-sama mencari solusi. Presiden Joko Widodo bertemua Menlu Australia, Julie Bishop didampingi Menlu Retno Marsudi di Istana Presiden, 6 Oktober 2016.
ABC News: Samantha Hawley
"Jika kita dapat duduk dan berbicara masalah ini, menemukan solusi bersama-sama, saya rasa kita akan memiliki hubungan yang jauh lebih baik di masa depan," katanya.
Pada kunjungan ke Jakarta bulan Oktober lalu, Menteri Luar Negeri Julie Bishop menekankan pentingnya kerjasama antara badan intelijen kedua negara untuk melawan ancaman dari pejuang-pejuang yang kembali dari Suriah dan Irak.
Dari informasi yang didapat ABC, 500 warga Indonesia pergi ke Timur Tengah untuk bergabung dengan kelompok yang menamakan diri Islamic State (IS).
Presiden Jokowi mengatakan negara-negara seperti Australia harus mempertimbangkan "pendekatan yang lunak" untuk mengatasi radikalisasi, yang ia ketahui ada di Indonesia.
"Pendekatan yang keras, penegakan hukum memang membantu, tetapi pendekatan yang lebih baik adalah pendekatan budaya dan agama, jauh lebih efektif," katanya.
"Saya rasa pendekatan halus yang kita lakukan, apakah itu dari perspektif budaya atau agama, akan efektif mengurangi radikalisme dan terorisme di Indonesia. Kami telah melakukan ini selama bertahun-tahun dan ada manfaatnya."
Kunjungan presiden Jokowi ke Australia akan menjadi kunjungan bilateral pertamanya sejak Australia menarik duta besarnya di Indonesia sebagai bentuk protes terhadap hukuman mati kedua warganya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi penah ke Australia untuk menghadiri KTT G20 di Brisbane.
Rencananya, Presiden Jokowi akan banyak membicarakan masalah perdagangan dan pariwisata.
Ia sangat menginginkan agar warga Australia mengunjungi kawasan lain Indonesia, tidak hanya Bali.
Ia juga ingin menegaskan bahwa sapi-sapi Australia yang digemukkan akan digunakan untuk proses pengembangbiakkan di Indonesia.Memiliki 'hubungan baik'
Kunjungan Presiden Jokowi berselang beberapa hari sebelum Pemilu di Amerika Serikat, tapi Presiden Jokowi enggan berkomentar saat ditanya apa artinya bagi Indonesia, yang mayoritas penduduknya Muslim, jika Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat.
"Hubungan kami, antara Indonesia dan Amerika Serikat, antara ASEAN dan Amerika Serikat, terlepas dari siapa presidennya berada dalam hubungan baik," katanya.
Ia berharap tidak akan ada diskriminasi terhadap Muslim, baik di Amerika Serikat atau Australia, di mana Donald Trump dan Senator Australia Pauline Hanson telah menyerukan larangan Muslim bermigrasi ke negaranya.
Diskusi soal Laut Cina Selatan juga akan menjadi agenda Presiden Jokowi selama dua hari di Australia, setelah ketegangan dengan Beijing di perairan dekat Kepulauan Natuna meningkat tahun ini.
Indonesia bukan menjadi penuntut dalam sengketa tersebut.
Presiden Widodo tidak memperluas kemungkinan patroli angkatan laut bersama antara kedua negara, tapi membela latihan militer yang diadakan oleh Indonesia di Laut Cina Selatan tahun ini.
"Ketika kami melakukan latihan militer di Natuna, saya rasa tidak ada masalah karena itu adalah wilayah Indonesia," katanya.
"Saya harus mengatakan jika menyangkut kedaulatan Indonesia, saya tidak berkompromi, saya tidak berkompromi."
Presiden Indonesia mengatakan tindakan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, adalah urusan hukum sendirinya,
Menanggapi isu-isu hak asasi manusia, ia menyambut baik ABC untuk mengunjungi Papua. "Tidak ada masalah", katanya.
Dalam kunjungannya Jakarta pada November tahun 2015, PM Turnbull dan Presiden Jokowi melakukan 'blusukan' ke pasar Tanah Abang, Jakarta yang langsung dikerubuti warga.
Kemungkinan keduanya akan melakukan kunjungan serupa saat Presiden Jokowi berada di Australia.
Lihat Artikelnya di Australia Plus
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ilmuwan Queensland Kembangkan Vaksin Anti-Alergi Makanan