Presiden Tidak Ingin Ada Pihak yang Dirugikan

Selasa, 23 Juli 2013 – 07:39 WIB
JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ternyata turut memantau kasus hukum yang menimpa PT Indosat dan anak usahanya, PT Indosat Mega Media (IM2). Hal ini disampaikan Sekretaris Kabinet, Dipo Alam.

Menurut Dipo, Presiden SBY melihat persoalan ini masuk wilayah hukum. Meski begitu, selaku kepala pemerintahan, presiden tidak menghendaki adanya akal-akalan atau kong-kalingkong untuk mengutungkan satu pihak yang merugikan pihak lain.

"Presiden tidak akan memberikan penilaian proses hukum yang sudah berjalan itu salah atau benar. Namun, selaku kepala pemerintahan, Presiden tidak menghendaki adanya akal-akalan untuk menguntungkan satu pihak dengan merugikan pihak yang lain,” ungkap Dipo kepada wartawan akhir pekan lalu.

Dipo juga menerangkan, Presiden sudah menerima surat keberatan dari Serikat Pekerja Indosat maupun dari pemerintah Qatar. Selain itu, Presiden juga sudah menerima laporan dari Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring dan Menteri Sekertaris Negara, Sudi Silalahi.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa menjelaskan, Indosat bisa mempergunakan semua celah hukum, baik memanfaatkan banding, termasuk menyelesaikan melalui arbitrase internasional.

“Kasus ini (Indosat-IM2) semua pihak harus berpikir cerdas, karena menyangkut kredibilitas bangsa dan negara. Jangan ada yang bermain-main dengan hukum,” ungkapnya.

Sekadar informasi, bahwa pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) menyatakan ada unsur korupsi pada kerjasama jaringan Indosat-IM2. Mantan Direktur Utama IM2, Indar Atmanto diputus 4 tahun penjara, denda Rp200 juta, dan  subsider kurungan 3 bulan penjara. PT IM2 juga diharuskan membayar Rp1,3 triliun.

Putusan ini dinilai janggal, karena hampir semua pelaku usaha sektor ini menjalankan model bisnis yang serupa.  Apalagi laporan pengaduan dari pengurus LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia (KTI), Denny AK, terbukti oleh hakim sekedar siasat untuk memeras.

Putusan ini mengancam industri telekomunikasi yang pada tahun lalu memberikan kontribusi Rp11,8 triliun dalam penerimaan negara. Karena ini, pelaku usaha lewat Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) dan regulator yakni Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah melaporkan hakim yang menyidangkan kasus ini ke Komisi Yudisial (KY).

Mastel menilai ada dugaan pelanggaran kode etik oleh majelis hakim dalam menyidangkan perkara tersebut.

"Ada beberapa poin yang diadukan kepada Komisi Yudisial, yakni bahwa majelis hakim dalam memeriksa dan mengadili tidak profesional dalam memahami perkara yang diajukan," kata Ketua Umum Mastel, Setyanto P Santosa.

Setyanto menilai, majelis hakim tidak bersikap adil dalam membuat putusannya. Menurutnya, majelis hakim hanya mendengarkan keterangan ahli dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan mengabaikan pendapat resmi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika selaku regulator Telekomunikasi Indonesia.(rls/fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Awas, Jalur Alternatif Rawan Pemalakan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler