jpnn.com, MOSCOW - Berlakunya status darurat militer di Ukraina membuat krisis negara itu dengan Rusia makin buruk. Kemarin, Rabu (28/11) Presiden Vladimir Putin akhirnya buka suara soal krisis yang menuai kecaman Dewan Keamanan (DK) PBB tersebut. Dia menuding Presiden Ukraina Petro Poroshenko mendalangi insiden Minggu (25/11) itu.
"Tidak diragukan lagi, ini adalah provokasi yang digagas presiden (Ukraina) menjelang pemilu," ujar Putin seperti dilansir Reuters. Komentar perdana pemimpin 66 tahun tersebut dilontarkan bersamaan dengan hearing awak kapal Ukraina yang ditahan Rusia sejak Minggu.
BACA JUGA: Rusia Mengancam, Ukraina Darurat Militer
Putin mengaitkan insiden yang pecah di kawasan Laut Hitam itu dengan pemilihan presiden (pilpres) Ukraina tahun depan. Apalagi, survei terbaru menempatkan Poroshenko pada urutan terfavorit kelima kandidat presiden Ukraina. Sebagai petahana, dia jelas tidak mau kehilangan kesempatan untuk mempertahankan posisinya.
Memprovokasi Rusia di perbatasan wilayah maritim, menurut Putin, menjadi cara yang dipilih Poroshenko untuk menarik perhatian rakyat. Tepatnya, menakut-nakuti warga Ukraina dengan ancaman invasi Rusia, sehingga bersatu di bawah komandonya.
BACA JUGA: Jokowi-Putin Bahas Peningkatan Kerja Sama di Bidang Ekonomi
Krisis di Laut Hitam tersebut lantas dijadikan alasan untuk memberlakukan status darurat militer di Ukraina. Selain itu, Putin menuduh Poroshenko menggunakan momen tersebut untuk memperluas sentimen anti-Rusia di dunia.
Benar saja. Amerika Serikat (AS) menjadi negara pertama yang menyambut baik sentimen anti-Rusia itu. Gedung Putih langsung menyatakan dukungannya terhadap Poroshenko setelah parlemen Ukraina mengizinkan presiden memberlakukan status darurat militer.
BACA JUGA: Peracun Sergei Skripal ternyata Pahlawan Rusia
Penahanan tiga kapal Ukraina dan proses hukum yang dijalani 24 kru kapal di Rusia menuai kecaman serius Washington. Kemarin AS menyatakan bahwa rencana pertemuan Putin dan Presiden Donald Trump di sela-sela KTT G20 di Buenos Aires, Argentina, terancam batal.
Bukan hanya itu. AS juga sedang berancang-ancang menjatuhkan sanksi lagi terhadap Rusia. Uni Eropa (UE) pun sedang merancang skema yang sama. Saat ini Rusia sedang menjalani sanksi dari AS dan UE pasca pencaplokan Crimea pada 2014.
Namun, Rusia pun tidak tinggal diam setelah Ukraina memberlakukan status darurat militer. Mereka ikut memperkuat persenjataan setelah Ukraina resmi mendeklarasikan situasi darurat perang.
Moskow mengaku telah menyiagakan sistem pertahanan S-400 terbarunya di Crimea. "(S-400) itu akan mulai kami operasikan pada akhir tahun," ujar Juru Bicara Distrik Militer Selatan Rusia Vadim Astafyev.
The Guardian melaporkan bahwa sebenarnya Rusia sudah lama mempersiapkan S-400 tersebut. Rusia juga menambah jumlah pasukan di wilayah-wilayah perbatasan.
Sejak mengambil alih paksa Crimea dari Ukraina, Rusia mempersenjatai wilayah tersebut. Sebelum ini sudah ada tiga batalion sistem antirudal antipesawat yang memiliki daya jangkau hingga 400 kilometer. Artinya, Rusia mengontrol sebagian besar wilayah udara Laut Hitam dengan S-400 itu.
Banyak pihak menuding Rusia memanfaatkan Crimea sebagai benteng pertahanan. Belum lama ini, koresponden Reuters juga melihat kapal penyapu ranjau Rusia, Vice Admiral Zakharin, bergerak menuju Laut Azov.
Sementara itu, Pengadilan Simferopol di Crimea menggelar hearing pertama 24 kru kapal Ukraina Selasa (27/11). Dalam sidang itu, hakim memerintah aparat menahan 15 personel Angkatan Laut Ukraina selama dua bulan. Mereka dijerat dengan dakwaan melanggar batas wilayah secara ilegal. Dakwaan itu bisa membuat mereka mendekam di penjara selama enam tahun.
Ukraina menegaskan bahwa tiga kapalnya yang kini ditawan Rusia tersebut tidak salah. Minggu itu mereka hendak menuju Laut Azov dan satu-satunya jalan hanyalah lewat Selat Kerch.
Karena itu merupakan bagian dari perairan internasional, Ukraina berhak melintas tanpa izin khusus. Meski begitu, Ukraina mengaku sudah memberi tahu Rusia lebih dahulu bahwa mereka bakal lewat. (sha/c10/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Diduga Diracun Putin, Aktivis Pussy Riot Dilarikan ke Jerman
Redaktur & Reporter : Adil