Presidium Alumni 212 Setuju Jakarta Bersyariah

Kamis, 08 Februari 2018 – 02:10 WIB
Para narasumber dalam diskusi yang digelar Forum Nasional Jurnalis Indonesia (FNJI) di Jakarta, Rabu (7/2). Foto: Ist/Jawapos.com

jpnn.com, JAKARTA - Aktivis dan budayawan Jakarta Geisz Khalifah mengatakan, kemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada Pilkada DKI 2017 merupakan aspirasi masyarakat ibu kota. 

Geisz tak sependapat dengan anggapan bahwa kemenangan Anies-Sandi karena isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

BACA JUGA: Alumni 212 Siap Terima Tabayun Kapolri demi Hubungan Baik

Menurut dia, hal itu adalah sebuah aksi reaksi ketika relawan Teman Ahok berkampanye.

"'Lebih baik kafir tapi tidak korupsi daripada muslim tapi korupsi'. Ini kan seolah menuduh semua pemimpin dari orang muslim itu korupsi," ujar dia dalam diskusi bertema 100 Hari Anies-Sandi, Benarkah Ada Jakarta Bersyariah, Bagaimana Realisasinya? di kawasan Menteng Jakarta Pusat, Rabu (7/3).

BACA JUGA: Alumni 212 Minta Jokowi Segera Ganti Kapolri

Menurut Geisz, jangan sampai isu syariah ini digeneralisasi menjadi anti-NKRI, intoleran dan dilawan dengan isu 'Saya Indonesia Saya Pancasila',

"Rasanya tidak sehat kita ini bernegara. Tapi apa pun itu kita harus mengucapkan terima kasih sama Ahok. Sebab, tanpa Ahok, maka tak akan mungkin muncul sosok pemimpin seperti Anies," jelas dia.

BACA JUGA: Please, Jangan Menjual Keikhlasan Umat Lewat Pelembagaan 212

Menurut Geisz, kekalahan Ahok bukan karena isu SARA, melainkan lebih kepada sosok personal eks bupati Belitung Timur itu.

"Ahok sendiri yang membuat umat muslim moderat, umat yang di tengah sekalipun marah dengan ucapannya soal Al-Maidah 51. Wong yang ikut aksi 212 itu teman-teman saya banyak kok yang sekuler, tukang mabuk juga tapi merasa terganggu dengan ucapan Ahok itu", tegas Geisz.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Khatib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) KH. Taufiq Damas mengatakan, isu SARA hanya dijadikan sebagai alat kampanye seperti di Jakarta.

Menurutnya, isu SARA merupakan alat mobilisasi politik paling efektif.

Masjid dan musala di Jakarta digunakan sebagai mimbar politik untuk menyebarkannya.

"Ini tak boleh dibiarkan terus-menerus terjadi dalam sebuah momen domokrasi seperti pilkada. Agama dijadikan alat politik untuk mendelegitimasi lawan ini berbahaya bagi kehidupan berbangsa kita," tegas dia.

Sementara itu, Presidum Alumni 212 Ustaz Aminuddin mengatakan, secara kinerja umat Islam tak ada masalah dengan Ahok.

Menurut dia, umat Islam hanya mempersoalkan etika kepemimpinan Ahok yang suka memgumbar kemarahan pada rakyat kecil di depan publik.

Selain itu, kata Ustaz Amin, dakwah yang paling efektif adalah lewat kekuasaan.

"Coba Anda lihat ketika berkuasa, hanya dengan satu tanda tangan Alexis langsung ditutup," tegas dia.

Dia juga sepakat mengenai Jakarta bersyariah.

"Dalam konteks Jakarta kalau kita bicara kaarifan lokal seperti teman-teman NU, maka wajar dong sebagai mayoritas, umat Islam menginginkan pemimpin muslim. Sama seperti kearifan lokal di NTT misalnya dari pemimpin katolik atau kristen," pungkas dosen UBK ini. (mam/jpc/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Please, Jangan Bohongi Umat dengan Kabar Kepulangan Rizieq


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler