Seorang pria di Australia Barat telah didakwa melakukan pembunuhan yang terjadi 30 tahun lalu terhadap seorang perempuan di Melbourne yang terkait dengan rezim Khmer Merah di Kamboja.
Jasad Ranny Yun yang berusia 27 tahun ditemukan di rumahnya di pinggiran kota Melbourne, yakni Springvale, pada tanggal 15 Oktober 1987.
BACA JUGA: Puluhan Ribu Data Pribadi Warga Australia Tersebar
Pembunuhan tersebut tetap tidak terpecahkan sampai dilakukan peninjauan kembali atas kasus kejahatan yang sudah dipetieskan menuntun penyelidik untuk mengidentifikasi pria berusia 49 tahun dari Thornlie, di pinggiran Kota Perth, sebagai "orang yang patut dicurigai".
Petugas melakukan perjalanan ke Perth pada Rabu (1/11/2017) dan mewawancarai pria tersebut sebelum akhirnya menuduhnya terlibat dalam pembunuhan Ranny Yun.
BACA JUGA: Ibu Dan Anak Ini Mengidap Kanker Otak Yang Mematikan
Pria itu dijadwalkan hadir di Pengadilan Magistrat Perth pada hari Kamis (2/11/2017), di saat sebuah pengajuan ekstradisi terhadap pria itu ke Melbourne dilakukan.
Pada saat pembunuhan tersebut terjadi, penyelidik dari unit Pembunuhan, Sersan Senior John Ashby mengatakan kepada wartawan bahwa ada beberapa teori seputar kematian Ranny Yun, termasuk bahwa dia adalah anggota rezim Khmer Merah yang brutal dari diktator Pol Pot di negara asalnya Kamboja.
BACA JUGA: Pengungsi Bertahan di Pulau Manus dengan Menggali Sumur
Sersan Senior Ashby mengatakan bahwa Yun telah bertanggung jawab atas kematian beberapa orang sebelum dia melarikan diri ke Australia dua tahun lalu.
Dia mengatakan bahwa Yun mungkin telah dibunuh oleh salah seorang rekan sebangsanya yang membalas dendam atas aktivitasnya di Kamboja.
Polisi juga menyelidiki apakah dia terbunuh karena kegiatan perjudian dan pinjaman ilegal di Springvale.
"Itu bisa jadi bentuk pembunuhan balas dendam dan seseorang mungkin takut untuk melaporkan informasi karena kemungkinan adanya aksi pembalasan," kata Sersan Senior Ashby saat itu.
Setelah menyelidiki kasus tersebut, polisi mengakui bahwa mereka tak punya petunjuk dan menawarkan hadiah $ 50.000 (atau setara Rp 500 juta) pada tahun 1988.
"Dalam banyak kasus, Anda mendapatkan beberapa gagasan tentang pelaku kejahatan jenis ini, tapi dalam kasus ini tidak ada, sama sekali," kata Sersan Senior Ashby.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wanita Australia Divonis 6 Tahun Dalam Kasus Kokain di Kolombia