jpnn.com - GARUT – Seorang oknum guru sekolah dasar berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK diduga melakukan perbuatan asusila terhadap siswa laki-laki di Kecamatan Peundeuy, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Kepolisian Resor Garut masih mengembangkan kasus yang merusak nama baik guru PPPK ini.
BACA JUGA: 4 Permintaan Ketua ASN PPPK kepada Prabowo, Ada soal Gaji & Peningkatan Status PNS
"Kita (Polres Garut) libatkan dinas terkait supaya kita bisa menggali korban dari tersangka, apakah memang masih ada yang menjadi korban lain," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Garut AKP Ari Rinaldo kepada wartawan di Garut, Kamis (15/8).
AKP Ari mengatakan, tersangka seorang pria inisial OM (38) yang berprofesi sebagai guru SD berstatus PPPK.
BACA JUGA: Info Resmi: Pendaftaran PPPK 2024 Sebentar Lagi, Honorer Bisa Belajar dari TikTok
Pelaku tindak asusila tersebut merupakan warga Kecamatan Peundeuy, Garut, ditangkap setelah ada korban melaporkan terkait perbuatannya itu.
Tersangka dilaporkan korban 25 Juli 2024, kemudian polisi melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, dan korbannya.
BACA JUGA: Tips dari Pak Kadis agar Honorer Lulus PPPK 2024
"Kemarin sudah kita (Polres Garut) periksa korban atau pun tersangka, juga para saksi," katanya.
Hasil pemeriksaan sementara, kata Ari, tersangka melakukan aksinya dengan modus membuka les atau pelajaran tambahan komputer bagi siswa di rumahnya.
Tersangka melakukan perbuatan asusila di rumahnya. Korban kemudian diberi uang oleh tersangka sebesar Rp20 ribu dan diminta untuk tidak bilang kepada orang lain.
"Itu dilakukan di rumah tersangka, tersangka ini selain dari guru juga membuka les di rumahnya untuk siswa yang mau belajar komputer," katanya.
Hasil pemeriksaan penyidik terdapat 10 orang yang menjadi korbannya. Namun, hanya delapan orang yang mau dimintai keterangan.
"Kita ingin menggali apakah ada korban lain yang belum terdata atau yang belum disebutkan oleh tersangka," katanya.
Polisi ingin mengungkap semua korbannya, agar nantinya bisa dilakukan pemulihan kondisi kejiwaan oleh pemerintah daerah maupun Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
"Supaya kita tahu apakah korbannya jumlah segini atau ada korban lain, mengingat kejadiannya dari tahun 2021 sampai 2024," katanya. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu