JAKARTA - Pemerintah memprioritaskan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) dalam proyek pembangkit listrik 10.000 megawatt (MW) tahap II. Puluhan proyek yang ditarget selesai 2020 itu seluruhnya memakai energi yang tidak akan habis. Yakni, panas bumi, air dan angin dan sinar matahari.
"Porsi pembangkit listrik tenaga panas bumi yang paling besar, mencapai 4.906 MW (megawatt), dengan nilai investasi sekitar USD 25 miliar," ujar Kepala Divisi Energi Terbarukan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Mohammad Sofyan akhir pekan lalu.
Ini tentu berbeda dengan proyek pembangkit listrik 10.000 MW tahap I yang didominasi energi batu bara dan bahan bakar minyak (BBM). Menurut dia, hal itu merupakan strategi masa depan. Sebab, harga batu bara dan BBM akan terus menerus naik karena cadangan yang terbatas.
"Harapan kita tentu supaya lebih ramah lingkungan daripada tahap I. Ini juga upaya pengurangan limbah produksi listrik," tegasnya.
Pembangunan pembangkit listrik panas bumi ditargetkan 4.906 MW, lalu dari tenaga air (PLTA) sekitar 1.800 MW, sementara dari tenaga angin dan sinar matahari sekitar 3.294 MW. PLN tidak menggarap seluruh proyek pembangkit itu, tetapi sebagian diserahkan kepada pihak swasta.
Dia mengatakan, pembangunan pembangkit listrik panas bumi, pembangkit tenaga air serta matahari membutuhkan waktu yang cukup panjang. Yakni antara 4-6 tahun. Oleh karena itu berdasar perkiraan, puluhan proyek 10.000 MW tahap II baru akan rampung seluruhnya tahun 2020. "Nanti akan ada yang mulai tahun 2014, yakni pembangkit geothermal Ulubelu 3 dan 4," lanjutnya
Biaya investasi pembangunan pembangkit listrik panas bumi boleh dibilang paling mahal ketimbang pembangkit jenis lain. Sebagai perbandingan, untuk menghasilkan listrik 1 MW membutuhkan sekitar USD 5,06 juta. Sementara investasi untuk membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara hanya menghabiskan investasi sekitar USD 1,8 juta.
Sofyan menerangkan, kerja sama dengan pihak swasta terbukti berhasil dalam pembangunan proyek 10.000 MW tahap I. PLN selanjutnya menetapkan harga jual listrik milik swasta melalui tender. Pihaknya memberikan harga yang bagus supaya swasta tertarik untuk berinvestasi di sektor listrik. "Listrik dari pembangkit milik swasta di kisaran harga USD 0,07 per kWh sampai USD 0,14 per kWh," jelasnya. (wir/dos)
"Porsi pembangkit listrik tenaga panas bumi yang paling besar, mencapai 4.906 MW (megawatt), dengan nilai investasi sekitar USD 25 miliar," ujar Kepala Divisi Energi Terbarukan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Mohammad Sofyan akhir pekan lalu.
Ini tentu berbeda dengan proyek pembangkit listrik 10.000 MW tahap I yang didominasi energi batu bara dan bahan bakar minyak (BBM). Menurut dia, hal itu merupakan strategi masa depan. Sebab, harga batu bara dan BBM akan terus menerus naik karena cadangan yang terbatas.
"Harapan kita tentu supaya lebih ramah lingkungan daripada tahap I. Ini juga upaya pengurangan limbah produksi listrik," tegasnya.
Pembangunan pembangkit listrik panas bumi ditargetkan 4.906 MW, lalu dari tenaga air (PLTA) sekitar 1.800 MW, sementara dari tenaga angin dan sinar matahari sekitar 3.294 MW. PLN tidak menggarap seluruh proyek pembangkit itu, tetapi sebagian diserahkan kepada pihak swasta.
Dia mengatakan, pembangunan pembangkit listrik panas bumi, pembangkit tenaga air serta matahari membutuhkan waktu yang cukup panjang. Yakni antara 4-6 tahun. Oleh karena itu berdasar perkiraan, puluhan proyek 10.000 MW tahap II baru akan rampung seluruhnya tahun 2020. "Nanti akan ada yang mulai tahun 2014, yakni pembangkit geothermal Ulubelu 3 dan 4," lanjutnya
Biaya investasi pembangunan pembangkit listrik panas bumi boleh dibilang paling mahal ketimbang pembangkit jenis lain. Sebagai perbandingan, untuk menghasilkan listrik 1 MW membutuhkan sekitar USD 5,06 juta. Sementara investasi untuk membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara hanya menghabiskan investasi sekitar USD 1,8 juta.
Sofyan menerangkan, kerja sama dengan pihak swasta terbukti berhasil dalam pembangunan proyek 10.000 MW tahap I. PLN selanjutnya menetapkan harga jual listrik milik swasta melalui tender. Pihaknya memberikan harga yang bagus supaya swasta tertarik untuk berinvestasi di sektor listrik. "Listrik dari pembangkit milik swasta di kisaran harga USD 0,07 per kWh sampai USD 0,14 per kWh," jelasnya. (wir/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bandara Kualanamu Lebih Hebat Dibanding Shanghai
Redaktur : Tim Redaksi