Pro Kontra Mudik Lebaran, Zainut MUI: Rasulullah saja Rindu Kota Kelahirannya

Senin, 08 April 2024 – 14:49 WIB
Zainut Tauhid. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Lebaran Idulfitri sudah di depan mata. Jakarta pun mulai lengang karena ditinggal mudik sebagian besar warganya. 

Mudik atau perjalanan ke kampung halaman telah menjadi tradisi dan fenomena yang selalu terjadi di setiap kali lebaran tiba. 

BACA JUGA: Ford Mengoperasikan Bengkel Siaga Selama Mudik Lebaran 2024

Ada yang beranggapan mudik sangat diwajibkan karena saatnya bersilaturahmi dengan keluarga, atau salah satu bentuk bakti terhadap orang tua dan saudara.

Ada juga yang menganggap mudik sebagai sebuah tradisi, dan tidak ada keharusan dalam Islam.

BACA JUGA: Gandeng Kemenparekraf, Mudik Bareng MS GLOW 2024 Berangkatkan 500 Pemudik

Bagaimana sebenarnya mudik jika dilihat dari pandangan agama Islam? Apakah mudik berlandaskan atas kesadaran relijiusitas dalam hal ini agama atau sekadar budaya?

Wakil Wantim Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi menjelaskan dalam memaknai mudik lebaran ini umat Islam tidak perlu menjadikan polemik atau pro kontra, apalagi saling menyalahkan sehingga menimbulkan perpecahan di antara umat Islam.

BACA JUGA: Dirut BKI Turut Tinjau Arus Mudik 2024 di Pelabuhan

"Mudik lebaran memang tidak masuk katagori ibadah mahdhah atau ibadah yang sudah ditentukan aturannya dalam Al-Qur'an maupun al-Hadits, seperti salat, zakat, dan haji, " kata Zainut di Jakarta, Senin (8/4). 

Mudik lebaran itu masuk dalam katagori ibadah ghairu mahdhah  yang diartikan sebagai ibadah yang tidak ditentukan aturannya baik di A-Qur'an maupun al-Hadits.

Namun, mudik masuk sebagai perbuatan yang bisa mendatangkan kebaikan, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sehingga jika dilaksanakan dengan niat ikhlas karena Allah SWT, maka bisa mendatangkan pahala. 

"Contoh, ibadah ghairu mahdhah lainnya seperti belajar, mencari nafkah untuk keluarga, menolong sesama yang sedang dalam kesulitan, dan lain sebagainya," terangnya..

Zainut mengatakan sebaiknya mudik lebaran tidak perlu dijadikan polemik karena dapat menimbulkan perpecahan di kalangan umat. Bagi yang setuju silakan melaksanakan.

Bagi yang tidak setuju tidak usah menyalahkan. Karena hal tersebut tidak akan merusak keimanan, sehingga tidak ada manfaatnya untuk diperselisihkan.

Semua kembali pada niatnya, jika niat mudik untuk membangun silaturahmi dengan orang tua, saudara, kerabat dan teman-teman, tidak melakukan kezaliman, meninggalkan salat dan tidak melakukan perbuatan yang dilarang agama, Insyaallah mudiknya membawa manfaat dan mendapat pahala.

Sebaliknya bila niat mudiknya karena ingin pamer kekayaan, kesuksesan dan keberhasilan, melakukan perbuatan dosa, seperti mabuk-mabukan, menipu, menzalimi orang, meninggalkan kewajiban salat dan lainnya, maka mudiknya tidak mendatangkan pahala apa-apa bahkan berdosa.

Momen mudik merupakan salah satu bentuk budaya yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, justru menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa.j7

Rasulullah SAW sendiri pernah merasakan rindu pada Mekah, kota kelahirannya. Rasulullah terpaksa hijrah ke Madinah karena tekanan dan penganiayaan kaum Quraisy.

Profesor Quraish Shihab pernah mengatakan mudik bukan sekadar pulang kampung. Mudik adalah sebuah perjalanan spiritual yang penuh kelezatan rohani. Mudik adalah kelezatan rohani yang tiada tara.

"Itulah alasan orang-orang rela menempuh perjalanan jauh, menghabiskan waktu dan biaya, demi merasakan kembali kehangatan keluarga dan kampung halaman,' pungkasnya. (esy/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler