jpnn.com, TOKYO - Pengadilan tinggi Jepang pada Kamis (8/12) menolak permohonan Pemerintah Prefektur Okinawa untuk menghentikan pembangunan tempat untuk relokasi pangkalan utama Amerika Selatan di prefektur pulau selatan Jepang itu.
Keputusan Mahkamah Agung itu menguatkan putusan sebelumnya yang dibuat oleh pengadilan yang lebih rendah di mana kasus tuntutan Okinawa terhadap pemerintah pusat Jepang dibatalkan.
BACA JUGA: Bertetangga dengan Korut dan China, Jepang Gelontorkan Rp 500 T demi Merasa Aman
Okinawa menentang legalitas keputusan menteri pertanahan pada 2019 untuk mengesahkan pekerjaan pembangunan tempat untuk fasilitas pengganti Pangkalan Udara Korps Marinir AS Futenma.
Namun, Mahkamah Agung mengatakan bahwa persetujuan untuk pekerjaan tersebut adalah tugas yang dipercayakan secara hukum oleh Pemerintah Pusat dan Prefektur Okinawa tidak dapat mengajukan gugatan untuk mencabutnya.
BACA JUGA: Kabar Gembira, PMI Berpeluang Masuk ke Sektor Pariwisata Jepang
Seperti yang dilakukan Pengadilan Distrik Naha pada November 2020 dan Pengadilan Tinggi Fukuoka cabang Naha pada Desember 2021, Mahkamah Agung Jepang pun tidak menunjukkan apakah sah bagi kementerian pertanahan untuk membatalkan keputusan pemerintah prefektur yang mencabut izin untuk pekerjaan pembangunan tempat tersebut.
Pemerintah Okinawa dan Pemerintah Pusat Jepang telah lama berselisih tentang relokasi pangkalan Futenma dari distrik perumahan yang padat di Ginowan ke daerah pesisir Henoko di Nago yang berpenduduk lebih sedikit.
BACA JUGA: China Ingatkan Jepang soal Perangkap Zero-Sum Game, Apa Maksudnya?
Penduduk di Okinawa, yang menampung sebagian besar fasilitas militer AS di Jepang, menentang relokasi tersebut.
Mereka mengeluhkan kecelakaan dan tindak kejahatan yang terkait dengan kehadiran militer AS serta kebisingan dan degradasi lingkungan.
Rencana relokasi disepakati antara Tokyo dan Washington pada 1996 di bawah kesepakatan yang mengembalikan tanah yang ditempati oleh lapangan terbang Henoko dipilih sebagai lokasi pada 1999.
Gubernur Okinawa sebelumnya, Hirokazu Nakaima, yang umumnya lebih mendukung soal relokasi pangkalan AS, menyetujui pembangunan tempat itu di daerah Henoko pada 2013.
Namun, perselisihan hukum dan politik terjadi selama bertahun-tahun, ketika pengganti Nakaima -- Takeshi Onaga, yang merupakan penentang sengit rencana tersebut, membatalkan persetujuan tersebut.
Onaga membatalkan persetujuan pada 2015 dengan menyebutkan adanya cacat hukum dalam keputusan Nakaima.
Akan tetapi, Mahkamah Agung Jepang tetap memenangi keputusan Pemerintah Pusat pada tahun berikutnya dan mengizinkan dimulainya kembali pekerjaan pembangunan tempat tersebut.
Pada 2018, Prefektur Okinawa mencabut izin untuk pekerjaan semacam itu lagi, dengan alasan penemuan konstruksi tanah yang lemah di lokasi reklamasi yang direncanakan.
Pada 2019, menteri pertanahan Jepang saat itu, Keiichi Ishii, membatalkan pencabutan rencana pembangunan oleh Okinawa.
Kepala Sekretaris Kabinet Hirokazu Matsuno menyambut baik keputusan Mahkamah Agung, yang mengindikasikan bahwa Pemerintah Pusat akan dapat melanjutkan relokasi pangkalan AS yang direncanakan.
Matsuno mengatakan pemerintah akan terus bekerja untuk "mewujudkan pengembalian penuh Pangkalan Udara Futenma, yang disebut paling berbahaya di dunia, tanpa penundaan lebih lanjut" sambil meminta persetujuan warga lokal.
Gubernur Okinawa saat ini, Denny Tamaki, menyebut putusan pengadilan itu "sangat disesalkan" dan "tidak mungkin disetujui".
Prefektur Okinawa mencakup sekitar 0,6 persen dari total luas daratan Jepang, tetapi menampung sekitar 70 persen instalasi militer Amerika Serikat di negara tersebut berdasarkan luas areal.
Tokyo mengatakan bahwa relokasi pangkalan militer AS ke Henoko adalah satu-satunya pilihan untuk menghilangkan bahaya yang ditimbulkan oleh pangkalan Futenma karena lokasinya saat ini.
Langkah itu diambil Tokyo untuk mempertahankan keamanan pertahanan negara di bawah aliansi keamanan Jepang-AS yang telah lama terjalin.
Okinawa memiliki kepentingan strategis bagi Jepang dan AS mengingat kehadiran China yang semakin meluas dan ancaman rudal dan nuklir Korea Utara. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif