Produk Tiongkok dan Vietnam Bikin Industri Baja Domestik Terjepit

Rabu, 17 Juli 2019 – 05:19 WIB
Ilustrasi industri baja. Foto: Radar Surabaya/JPNN

jpnn.com, SURABAYA - Kinerja industri baja mengalami penurunan lebih dari sepuluh persen pada semester pertama 2019 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Faktor utama penurunan itu ialah melemahnya sektor properti sehingga berdampak pada berkurangnya demand baja.

BACA JUGA: Ekonomi Tiongkok Melambat, Ketidakpastian Meningkat

Ketua Klaster Baja Lapis Aluminium Seng Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (The Indonesia Iron and Steel Industry Association/IISIA) Henry Setiawan mengatakan, hal lain yang berpengaruh terhadap melemahnya bisnis baja ialah faktor cuaca, banyak hari libur, hingga momen pilpres.

BACA JUGA: Kunci Utama Agar Industri Pengiriman Barang Berkembang

BACA JUGA: Tiongkok Makin Mengancam, Taiwan Impor Rudal dari AS

"Tidak dimungkiri bahwa permintaan baja domestik, terutama baja lapis, banyak dari perumahan dan industri yang dimanfaatkan untuk pembangunan gudang serta pabrik. Kalau ekonomi lesu, otomatis cukup berdampak terhadap pembangunan," ujarnya, Senin (15/7).

Adapun produk yang mendominasi penjualan baja lapis adalah yang berjenis rangka atap yang biasanya digunakan dalam pembangunan rumah tapak atau landed house.

BACA JUGA: Militer Amerika Gunakan Drone Buatan Tiongkok

Pihaknya berharap permintaan baja pada semester dua atau setidaknya mulai bulan ini bisa segera pulih.

Hal itu seiring dengan dimulainya proyek-proyek pembangunan dan inovasi rumah yang dilakukan masyarakat.

Sementara itu, di tengah bisnis baja yang kurang bergairah, ternyata ada tantangan lain yang sedang dihadapi.

Yaitu maraknya impor baja dari Tiongkok dan Vietnam. Jumlah impor baja di Indonesia mencapai 6-7 juta ton tiap tahunnya.

Di sisi lain, kapasitas produksi baja domestik juga berada di angka yang sama, yaitu tujuh juta ton per tahun.

"Memang Januari lalu pemerintah telah mengeluarkan Permendag 110 untuk menekan impor baja. Namun, nyatanya sampai sekarang belum berdampak signifikan," terang Henry.

Kini pelaku industri sedang menunggu tindak lanjut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 110 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya.

"Kami sangat berharap Kemenkeu bisa segera mengeluarkan peraturan menteri keuangan (PMK) yang mengatur bea cukai agar menjalankan tugas dari Permendag 110/2018 dalam hal pengawasan kegiatan impor di pelabuhan tegas Henry. (sb/cin/jay/nur)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Arab Saudi, UEA dan Pakistan Bela Tiongkok soal Muslim Uighur Xinjiang


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler