Ketua Bidang Usaha Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jatim Sulistyanto menuturkan, defisit tersebut harus segera ditangani, termasuk mendatangkan sapi perah impor. Apalagi, sapi perah lokal yang tidak produktif menuntut segera diremajakan. "Jumlah sapi perah yang tidak produktif bisa tujuh persen per tahun dari populasi. Saat ini, jumlah sapi perah lokal sekitar 160 ribu ekor," tuturnya kemarin.
Karena itu, impor sapi perah dinilai perlu untuk mendongkrak produksi susu segar. Menurut perhitungan, kebutuhan sapi perah tiap tahun sekitar 10.000 ekor. "Nah program pengadaan sapi impor dari pemerintah cukup membantu para peternak. Apalagi, pasar untuk susu segar ini jelas karena industri benar-benar kekurangan," tandas dia.
Agar tidak memberatkan peternak, pengadaan sapi perah harus disertai kemudahan persyaratan. Misalnya, jaminan yang digunakan cukup menggunakan sapi. Selain itu, memiliki jangka waktu panjang dan bunga yang relatif terjangkau.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Peternakan Jatim Maskur mengatakan untuk realisasi sapi perah impor sampai hari ini tercatat 651 ekor. Dari jumlah itu, sebanyak 451 ekor baru tiba Senin lalu (5/11). Semuanya didatangkan dari Victoria, Australia, senilai Rp 17,4 miliar. Dana pengadaan sapi perah impor itu berasal dari APBN.
"Kami perkirakan 4-5 bulan ke depan, sapi perah impor tersebut siap berproduksi. Selama masa laktasi, produksi sapi perah bisa mencapai 6.000 liter per ekor tiap bulannya, sehingga tahun depan produksi susu segar Jatim bisa lebih tinggi dari sekarang," urainya. (res/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pertamina Tak Akan Sendirian Kelola Blok Mahakam
Redaktur : Tim Redaksi