Produksi Tahu-Tempe di Makassar Turun Drastis

Kamis, 26 Juli 2012 – 01:46 WIB

MAKASSAR - Pembuat tahu dan tempe di Kampung Karang Anyer merasa terpukul dengan terus meningkatnya harga kedelai. Bahkan sebagian besar dari mereka sudah tidak memproduksi lagi karena mahalnya bahan baku. Beberapa tempat produksi lainnya mengaku produksinya turun drastis.
   
Akbar, salah seorang pemilik tempat pembuatan tahu di Kelurahan Karang Anyar Makassar menuturkan, sudah seminggu terakhir ini produksinya menurun. Dari dua dapur yang sering digunakan, kini yang digunakan tinggal satu.
   
"Biasanya kami membuat sampai setengah ton tahu per hari. Namun setelah harga naik, produksi kami hanya sampai 150 kilogram per hari," ungkap Akbar saat ditemui, Rabu (25/7).
   
Harga kedelai di pasaran saat ini, kata Akbar sudah mencapai Rp8.300 per liternya. Dua bulan terakhir, harga memang terus melambung. Semula harga kedelai hanya Rp5500 lalu beranjak naik menjadi Rp7.600 dan kini mencapai Rp8.300 per liternya.
   
Untuk mensiasati agar produksi tetap jalan, Akbar terpaksa menaikkan harga namun kualitas tetap sama. Per satu kali cetak, kata dia biasanya menjual Rp27 ribu, kini dijual Rp29 ribu sampai Rp 30 ribu.
   
"Tidak menutup kemungkinan kami juga bisa berhenti. Kalau sudah terorganisasi, kami rencananya akan menyampaikan hal ini ke gubernur Sulsel secara langsung," tambahnya.
   
Ino, salah seorang pembuat tempe juga mengakui hal yang sama. Produksi Ino saat ini sudah tak seperti lagi biasanya. Kini ia memproduksi tempe sesuai pesanan saja. Itupun kalau pemesan sepakat dengan harga yang sudah dinaikkan.
   
"Sekarang kalau saya beli kedelai dua tondengan harga sekian, hasil produksi dan penjualannya itu sudah tak bisa lagi digunakan untuk memberi kembali dua ton itu," beber Ino.
   
Selain menaikkan harga, potongan standar per balok tempe juga dikecilkan. Hal itu dilakukan untuk mengimbangi ongkos produksi yang mahal.
   
Salah seorang penjual tempe keliling, Suprapto mengaku terpukul dengan keadaan ini. Pria yang sudah 18 tahun menjadi penjual tempe keliling itu mengaku baru sekarang merasa terpukul seperti ini.
   
Akhir-akhir ini, Suprapto sudah mengurangi jualannya. Namun itu pun tak bisa laku semua. Padahal sebelumnya, berapa pun yang ia bawa pasti ludes terjual.
   
Satu bayam (cetakan, red) tempe, Suprapto membeli dari pembuat dengan harga Rp60 ribu. Padahal biasanya cuma Rp50 ribu. "Mau apa lagi, kami terpaksa manaikkan harga. Tapi yang susah kami juga sebab masyarakat tak banyak membeli kalau harganya dinaikkan," keluhnya.
   
Baik Akbar, Ino, Suprapto dan pembuat tempe lainnya berharap agar pemerintah bisa memperhatikan dan menormalkan kembali harga. Mereka hanya orang kecil yang tak memiliki sumber panghasilan lain. "Anak kami butuh sekolah dan makan. Kalau kami sudah tidak berproduksi lagi, dari mana kami dapat penghasilan," kata salah seorang pekerja pembuat tahu, Saproni. (iad/pap)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Krisis Kedelai, Politisi PKS Salahkan Menko Perekonomian


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler