Produsen Aice Sebut Buruh Tuntut Gaji Rp 11 Juta

Jumat, 28 Februari 2020 – 16:46 WIB
Logo eskrim Aice produksi PT Alpen Food Industry (AFI). Foto: Aice

jpnn.com, JAKARTA - PT Alpen Food Industry (AFI) yang memproduksi es krim Aice angkat bicara mengenai unjuk rasa yang diwadahi Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia PT Alpen Food Industry (SGBBI PT AFI).

Legal Corporate PT AFI, Simon Audry Halomoan Siagian menyatakan, pokok permasalahan awal yang dibahas dalam perundingan bipartit adalah pembahasan struktur dan skala upah serta kenaikan upah tahun 2019. Dia memastikan, PT AFI telah mengikuti regulasi yang ada.

BACA JUGA: Pabrik Es Krim Aice Jadi Wisata Edukatif untuk Keluarga

"Setiap kebijakan yang ditempuh dalam menentukan kenaikan anggaran gaji mengacu dan sudah mengikuti kepada ketentuan pengupahan," ujar Simon dalam pernyataan yang diterima wartawan, Kamis (27/2).

Berdasarkan rumus yang digunakan SGBBI PT AFI, upah yang diminta adalah sebesar Rp 11.623.616, atau 15 persen dari jumlah sales di tahun 2018. Perusahaan tak bisa mengabulkannya. PT AFI dan menawarkan formula lain kepada SGBBI.

BACA JUGA: Donasi Rp 1 Miliar dari AICE untuk Korban Gempa Lombok

SGBBI tidak menuntut pembahasan kenaikan upah 2019 secara rapelan dan menawarkan usulan formula kenaikan upah tahun 2020. Kali ini, besarnya Rp 8.031.668,61.

SGBBI kemudian mengirimkan pemberitahuan mogok kerja melalui surat nomor:10-6/SGBBI/AFI/XII/2019, yang rencananya dimulai 20 Desember 2019 sampai 8 Januari 2020. Padahal perundingan masih berlangsung. Bahkan, PT AFI sudah menginisiasi perundingan dilaksanakan tanggal 17 Desember 2019.

BACA JUGA: Lanjutkan Semangat Asian Games, Aice Bangun Kembali Lombok

"PT AFI memberikan tanggapan terhadap Surat Pemberitahuan Mogok Kerja sebagai Mogok Kerja Tidak Sah, dengan alasan bahwasanya tidak pernah ada jalan buntu dikarenakan proses Bipartit masih berlangsung dan PT AFI masih mau diajak untuk berunding," tutur Simon. Pada 19 Desember, perundingan dengan mediator yang dipimpin Siti Munfairoh dari Disnaker Bekasi, dilakukan.

SGBBI ngotot dengan formula kenaikan upah mereka. Sementara PT AFI menawarkan usulan kenaikan gaji tahun 2020 sebesar Rp 4.543.961. Kenaikan yang didapat oleh karyawan dengan jabatan terendah dan masa kerja di atas satu tahun itu naik 9 persen dibandingkan dengan tahun 2019.

Selain gaji, terdapat tunjangan-tunjangan lain yang cukup kompetitif dan melebihi ketentuan normatif. Kemudian, jika pekerja masuk terus menerus dalam satu bulan maka pekerja akan mendapatkan tambahan pemasukan melalui tunjangan mencapai Rp 700 ribu atau 16,8% dari gaji pokok. "Sehingga kenaikan tersebut sudah sangat rasional dan melebihi ketentuan normatif," tuturnya.

Tetapi SGBBI tetap melaksanakan mogok kerja. Pada 21 Desember 2019, Disnaker kembali mengundang PT AFI dan SGBBI untuk mediasi pada tanggal 23 Desember 2019. Tetapi pada tanggal itu, hanya PT AFI yang datang. SGBBI tidak bersedia hadir mengikuti undangan mediasi. Padahal, kata Simon, lebih dari ratusan pekerja hadir memenuhi selasar depan ruang mediasi di kantor Disnaker.

"Berdasarkan fakta ini, kami sungguh bertanya-tanya, apa gerangan yang membuat pengurus SGBBI tidak mau dan atau tidak siap menghadiri undangan mediasi? Tindakan ini merupakan hal yang dapat diindikasikan sebagai itikad tidak baik," keluh Simon.

Pihak SGBBI akhirnya memberikan surat yang menyatakan, mereka kembali masuk kerja seperti biasa pada hari Kamis, 26 Desember 2019. Kemudian, pada 7 Januari 2020, Disnaker telah menerbitkan anjuran kenaikan upah.

Pada 16 Januari 2020, PT AFI menjawab anjuran dari Mediator melalui surat nomor: 100/S/KEL/AFI/I/2020, perihal jawaban anjuran, yang isinya menerima anjuran mediator. "Kami mengharapkan bahwa pihak dari SGBBI dapat mengikuti anjuran yang diberikan oleh mediator," tuturnya. Kemudian pada tanggal 20 Januari 2020, mediator mengeluarkan Risalah Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Simon juga menjawab soal mutasi dan penerbitan surat peringatan (SP) terhadap lebih dari 600 buruh yang melakukan pemogokan selama tiga hari pada 20, 21 dan 23 Desember 2019. "Adapun mutasi, pemberian surat peringatan dan skorsing mengacu pada landasan hukum yang berlaku," tegasnya.

Simon menyatakan, PT AFI akani terus memberikan informasi dan klarifikasi, serta meminta arahan dan bimbingan dari regulator dan pemangku kepentingan. "Agar tercapai kesepakatan yang memiliki dampak positif bagi perusahaan, maupun rekan-rekan yang terdampak dari kebijakan perusahaan," imbuh Simon.

Unjuk rasa ini, dinilai Simon merupakan tantangan bagi filosofi PT AFI dalam membawa kebahagiaan ke lebih banyak orang. "Kami selalu berpegang teguh pada filosofi tersebut. AFI tentunya telah menyiapkan berkas kronologis agar dapat menjadi referensi rekan media, regulator dan pemangku kepentingan lainnya," ujar dia. Terakhir, Simon berharap agar dapat terus membangun hubungan yang positif dan konstruktif, bagi rekan-rekan yang terdampak dari kebijakan perusahaan. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler