jpnn.com, JAKARTA - Program visiting world class professor memasuki tahun kedua.
Program kemenristekdikti ini tidak hanya untuk profesor dalam negeri, tapi juga dari mancanegara.
BACA JUGA: KPK Temukan Persoalan Dana Pendidikan Tinggi
’’Tahun lalu karena masih perdana atau pemanasan, isinya profesor diaspora,’’ kata Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti di Jakarta kemarin.
Selama satu sampai dua pekan, guru besar warga negara Indonesia (WNI) yang berstatus diaspor diundang pulang ke tanah air.
Kemudian mereka disebar ke sejumlah perguruan tinggi untuk berbagi ilmu.
Nah, tahun ini profesor top dunia bisa ikut melamar. Masa tinggal diperpanjang tiga bulan sampai enam bulan. Tujuannya, pendampingan dari profesor kelas dunia semakin maksimal.
Namun, kuota yang disiapkan terbatas. Hanya 70 orang. Biaya yang disiapkan untuk masa tinggal enam bulan adalah Rp 500 juta.
Ada beberapa tugas yang harus dilakoni para profesor kelas dunia itu.
Salah satunya adalah melakukan pendampingan penulisan karya ilmiah untuk jurnal internasional.
Juga, menyusun proposal riset untuk mendapatkan pendanaan dari founding asing.
’’Yang tidak kalah penting, profesor kelas dunia ini bisa ikut menumbuhkan iklim akademik di kampus-kampus kita,’’ kata Ali Ghufron.
Menristekdikti Mohamad Nasir menyatakan bahwa Indonesia sangat terbuka dengan kedatangan para guru besar dari luar negeri.
Mereka diharapkan menjadi partner bagi para dosen di tanah air. ’’Sehingga target menambah kampus yang berkelas internasional bisa tercapai,’’ katanya.
Kunjungan para profesor dari luar negeri sebaiknya tidak dalam waktu singkat. Di luar program visiting world class university, profesor dari luar negeri bisa tinggal sampai dua tahun di Indonesia.
’’Ikut mengajar dan melakukan penelitian di kampus Indonesia,’’ katanya. (wan/ca)
Redaktur & Reporter : Soetomo