jpnn.com, JAKARTA - Ketua Asosiasi Vapers Indonesia (AVI) Johan Sumantri menilai perlu adanya aturan-aturan terkait norma sosial agar ada batasan bagi influencer dalam membuat konten vape.
Hal ini dilakukan agar tidak ada konten-konten vulgar yang diproduksi oleh para influencer.
BACA JUGA: Makam Vanessa Angel Dikabarkan Rusak, Penjaga Makam Bilang Begini
Di Indonesia, peran influencer dalam mempromosikan produk tembakau alternatif cukup jelas.
Namun, tidak ada aturan khusus yang mengatur hal tersebut, seperti aturan mengenai batasan usia endorser atau cara beriklan di media sosial.
BACA JUGA: Beri Kemudahan Pelaku Usaha, Pinjam Modal Bersinergi dengan GrosirOne
“Selama ini saya perhatikan ada konten-konten yang dibuat cenderung vulgar dan tidak layak dilihat,” kata Johan.
Johan juga mengaku, saat ini tidak semua influencer dibayar untuk membuat konten vape tersebut. Ada yang memang khusus dibayar, dan ada pula yang ingin berbagi dengan komunitas.
BACA JUGA: Dharma Pertiwi Bawa Angklung Mendunia
“Namun semua itu tetap harus ada aturan yang dibuat,” tuturnya.
Dia menambahkan, saat ini beberapa dari komunitas influencer telah membuat aturan terkait itu, hanya saja sanksinya masih sebatas sanksi sosial, belum bisa berikan punishment yang tegas.
“Industri vape merupakan industri yang baru lahir, menurut saya konten-konten harus lebih ditekankan kepada edukasi dan informasi tentang industri dan benefit jika menggunakan,” seru Johan.
Sebelumnya Ketua Lentera Anak Lisda Sundari menyampaikan, sejak 2019 Instagram dan Facebook sudah punya kebijakan tidak boleh mempromosikan tembakau, rokok elektrik, alkohol dan suplemen diet.
Peraturan ini juga berlaku bagi influencer yang menggunakan akunnya untuk endorse atau promosi berbayar.
Peraturan dan perlindungan kepada anak dan remaja terhadap bahaya rokok masih sangat lemah.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy